Kementerian Pertanian (Kementan) mempercepat target swasembada bawang putih dari semula tahun 2033 menjadi tahun 2019. Dari sekitar 73.000 hektar (ha) lahan yang dibutuhkan, yang dikembangkan baru mencapai 12.000 ha.
Kementan optimis mampu mempercepat perluasan lahan agar mampu mencapai swasembada, dimana dibutuhkan seluas 60 ribu ha untuk pemenuhan konsumsi dan 13 ribu ha untuk produksi benih. Pasalnya, saat ini ada kewajiban importir untuk ikut menanam bawang putih di Indonesia sebanyak 5 persen dari total impor yang diajukannya.
Dirjen Hortikultura Kementan, Spudnik Sujono mengatakan, kewajiban itu diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 16 Tahun 2017 tentang Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH). Permentan tersebut memuat klausul importir bawang putih wajib melakukan tanam di dalam negeri.
Mulai tahun 2018 ini, Permentan tersebut sudah diberlakukan. Sehingga kebutuhan bawang putih di Indonesia yang mencapai 500.000 ton per tahun, tak lagi bergantung pada impor.
“Jika importir tidak melakukan tanam, rekomendasi izin impor benih berikutnya tidak dikeluarkan. Oleh sebab itu, kita optimistis.”
Ia mengatakan, Indonesia dulu pernah mengalami kejayaan bawang putih di era tahun 90-an. Di mana luas pertanaman mencapai 21.896 ha dengan produksi sebesar 152.421 ton. Namun, saat ini produksi dalam negeri hanya mampu dipenuhi 20 persen. “Selebihnya, kita masih impor dari China, Mesir, India, Filipina, Thailand, dan Taiwan,” katanya kepada politikindonesia.com di Kantor Ditjen Hortikultura, Jakarta, Selasa (27/02).
Spudnik mengatakan, kewajiban impotir untuk menanam bawang putih, diharapkan bisa mendukung setidaknya 50 persen kebutuhan bawang putih dalam negeri pada 2019. Saat ini impor bawang putih mencapai 460.000 ton per tahun, sedangkan, kebutuhan nasional mencapai 500.000 ton.
““Anggaran kami saat ini hanya Rp1,3 triliun. Jumlah ini masih perlu ditambah untuk mencapai sasaran swasembada bawang putih tahun 2019.”
Spudnik optimis target swasembada bisa tercapai. Ia menambahkan, jika tahun ini luas lahan tanam dapat mencapai target 26.250 ha, maka impor bawang putih dapat dikurangi sekitar 24 persen.
Sementara itu, Direktur Sayuran dan Tanaman Obat Ditjen Hortikultura Kementan, Prihasto Setyanto menambahkan, penanaman yang dilakukan oleh perusahaan importir yang mendapatkan RIPH di 2017 dan 2018 akan difokuskan untuk pembibitan. Hal itu guna memperlebar luasan lahan bawang di Indonesia. Sebanyak 1.020 ha lahan dari total kewajiban penanaman bibit bawang putih yang dikenakan pada para importir dengan luas total 3.400 ha berdasarkan RPIH 2017 telah ditanami.
Pada 2017 terdapat 42 perusahaan importir yang menerima RPIH dengan total volume impor sekitar 440.000 ton. Sesuai Permentan tersebut, perusahaan tersebut wajib menanam benih bawang putih seluas 3.400 hektar.
“Jadi, saat ini terdapat sisa kewajiban penanaman untuk lahan seluas 2.380 ha,” ujar dia.
Sedangkan, sebanyak 36 perusahaan yang menerima RIPH di 2018 diwajibkan menanam di lahan seluas 3.200 ha dengan ketentuan penanaman tidak akan melewati akhir 2018.
Dijelaskan, dengan demikian, sepanjang 2018 para importir berkewajjiban menanami total 5.580 ha lahan baik dengan membuka lahan baru, maupun bermitra dengan petani. Para importir juga diberikan kebebasan untuk menanami kembali lahan yang mereka gunakan saat ini. Adapun benih bawang putih yang sudah ditanam oleh importir penerima RPIH 2017 diharapkan bisa dipanen di Maret atau April 2018.
“Sebagian produksinya digunakan sebagai sumber pembibitan kembali untuk memperluas lahan bawang putih di Indonesia demi bisa mencapai target swasembada. Namun, untuk benih saat ini, kami merekomendasikan Taiwan, China bagian Selatan, India, dan Mesir sebagai negara sumber impor. Saat ini, kebutuhan benih untuk penanaman lahan mencapai 0,5 ton-1,2 ton per hektar sesuai dengan varietasnya,” ungkapnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved