Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengagendakan pemeriksaan terhadap mantan Presiden Direktur Pertamina EP, Syamsul Alam, hari ini, Kamis (22/01). Ia dimintai keterangan terkait penyidikan kasus suap jual beli gas alam yang menjerat Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bangkalan Fuad Amin Imron.
“Penyidik menjadwalkan pemeriksaan terhadap mantan Presdir Pertamina EP, Syamsul Alam," terang Kepala Bagian Pemberitaan dan Informasi KPK, Priharsa Nugraha kepada pers di Jakarta, Kamis (22/01).
Terkait kasus ini, sebelumnya KPK juga telah memeriksa beberapa mantan petinggi Pertamina EP. Beberapa yang telah diperiksa antara lain Tri Siwindono (eks Presdir Pertamina EP) dan Haposan Napitulu (eks Direktur Pertamina EP).
Kasus Fuad Amin terkait kongkalikong jual beli gas alam memang menyeret Pertamina EP. Pertamina EP ikut terlibat dalam kontrak suplai gas alam. Pertamina EP seharusnya menyuplai gas ke Bangkalan untuk keperluan pembangkit listrik.
Namun, Pemkab Bangkalan menggunakan jasa PT Medya Karya Sentosa sebagai jembatan penyalur.
Sayangnya, gas ternyata tidak pernah sampai ke Bangkalan. PT MKS malah menjual kembali gas ke PT Pembangkit Jawa Bali.
Kongkalikong antara PT MKS dan Fuad Amin terkuak saat KPK melakukan operasi tangkap tangan. Dari penangkapan itu terungkap bahwa PT MKS telah menyuap Fuad Amin untuk pemulusan kongkalikong dalam penjualan gas alam.
KPK menetapkan Fuad sebagai tersangka penerima suap berdasarkan pasal 12 huruf a, pasal 12 huruf b, pasal 5 ayat 2 atau pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 KUHP dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau penjara 4-20 tahun kurungan ditambah denda minimal Rp200 juta dan maksimal Rp1 miliar.
Fuad juga disangkakan melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) berdasarkan pasal 3 UU No 8 tahun 2010 dan pasal 3 ayat (1) UU No 15 tahun 2002 yang diubah dengan UU No 25 tahun 2003 mengenai perbuatan menyamarkan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan.
Ancaman bagi mereka yang terbukti melakukan perbuatan tersebut adalah penjara paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp10 miliar.
Tersangka lain adalah Bambang Djatmiko dan Rauf sebagai pemberi dan perantara yang dikenakan dugaan pasal 5 ayat 1 huruf a, serta pasal 5 ayat 1 huruf b serta pasal 13 UU Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 KUHP dengan ancaman penjara maksimal 5 tahun dan denda Rp250 juta.
© Copyright 2024, All Rights Reserved