Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPP-PA) mengelar kampanye Aksi Anti Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak, di Jakarta, Minggu (27/04). Aksi damai ini dilakukan untuk menghentikan kekerasan seksual, khususnya pada anak yang kian marak terjadi di Indonesia.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Linda Amalia Sari Gumelar mengatakan praktik kekerasan seksual terhadap anak yang dilakukan oleh oknum pegawai kebersihan di Jakarta International School (JIS) mengundang sikap dan simpatik masyarakat untuk menggelar aksi damai ini.
"Kegiatan ini dilaksanakan secara spontan oleh masyarakat Jakarta yang terdiri dari ibu-ibu muda yang memiliki anak dan ibu-ibu yang masih memiliki anak kecil," kata Linda kepada politikindonesia.com usai membuka aksi damai tersebut yang diisi dengan jalan sehat di kawasan MH. Thamrin, Jakarta.
Linda mengatakan Undang-Undang Perlindungan Anak harus digunakan dalam penegakan hukum untuk melindungi anak dari kekerasan, khususnya kekerasan seksual. Karena saat ini ada permintaan dari masyarakat banyak untuk merevisi UU tersebut agar mampu memberikan hukuman yang setimpal dan lebih kepada pelakunya.
"Seharusnya, pelaku kekerasan kepada anak dan perempuan bisa ditindak dengan tegas oleh para penegak. Sehingga hukum dapat ditegakkan. Karena kami menganggap UU ini masih lemah dan belum memberikan efek jera terhadap pelaku," ungkapnya.
Linda menjelaskan, penegak hukum di Indonesia saat ini hanya mampu memberikan hukuman pidana kepada pelaku kejahatan seksual terhadap anak selama 5-6 tahun. Padahal, dalam UU Perlindungan Anak tersebut, ancaman hukuman maksimal yang ditetapkan selama 15 tahun.
"Walau demikian, kita tidak bisa intervensi terhadap penegak hukum, tapi kita berharap aparat penegak hukum memiliki sensivitas terhadap kekerasan terhadap anak. Karena selama ini pelaku hanya mendapat hukuman selama 5-6 thn. Tapi kalau dapat remisi hukuman tersebut berkurang. Sehingga tidak memberikan efek jera bagi pelakunya," paparnya.
Menurut Linda, untuk memberantas kekerasan terhadap anak ini, pihaknya tidak bisa bekerja sendiri. Diharapkan ada dorongan dari semua pihak. Selain itu, peran keluarga juga sangat penting untuk memberikan sosialisasi dan pemahaman kepada anak-anaknya edukasi tentang kesehatan reproduksi.
"Tentunya, edukasi tersebut diberikan dengan bahasa yang sesuai degan usia mereka. Karena tidak menutup kemungkinan mereka bisa mengunduh dari tempat lain. Makanya keluarga merupakan pondasi terpenting dalam masyakakat yang berperan sangat untuk tumbuh kembang anak," imbuhnya.
Sementara itu, Ketua Komisi Nasional (Komnas) Perlindungan Anak, Seto Mulyadi mengatakan, kekerasan terhadap anak saat ini terus meningkat menjadi kekejaman terhadap anak. Salah satunya kekerasan seksual terhadap yang kini marak terjadi. Kekerasan tersebut menjadi sesuatu yang biasa dilakukan.
"Indonesia membutuhkan gerakan nasional anti kekerasan. Jangan sampai kekerasan, misalnya memukul itu dianggap biasa. Saya medapat laporan setiap hari dalam tempo 10 hingga 15 menit terjadi kekerasan pada anak di Indonesia," ujarnya.
Kak Seto menegaskan, perlunya kekuatan hukum untuk mengadili pihak yang melakukan kekerasan kepada anak-anak. Semua masyarakat harus peduli dan sayang terhadap anak. Oleh karena itu diperlukan satuan tugas (satgas) perlindungan anak yang dimulai dari tingkat RT/RW. Sehingga tidak perlu hanya mengadu dan melaporkan ke Komnas Anak atau Komnas Perlindungan Anak Indonesia.
"Karena kasus kekerasan terhadap anak bukanlah delik aduan, jadi siapapun yang tahu wajib melaporkan kepada pihak berwenang. Dengan adanya satgas anak kedepan jika ada temuan kekerasan anak bisa langsung ditangani di tingkat pengurus yang ada di daerah masing-masing," katanya.
Ketua KPAI Asrorun Ni'am Sholeh mengungkapkan saat ini bangsa Indonesia masih dijajah oleh penjahat, pelaku kekerasan seksual terhadap anak, ladang subur bagi pelaku kejahatan dan jadi surga bagi para predator dalam melakukan aksi bejatnya di balik tembok yang kokoh dan ketat pengamanannya.
"Saatnya kita perang total terhadap kejahatan seksual, khususnya pada anak, perang terhadap seluruh anasir yang menjadi pemicu tindak kekerasan seksual pada anak, pornografi, seks bebas, perbuatan cabul, homoseksualitas, dan perilaku seks menyimpang lain," jelas dia.
© Copyright 2024, All Rights Reserved