Produksi minyak sawit mentah (CPO) di Indonesia pada tahun 2013 diperkirakan mencapai 28 juta ton. Namun, secara nasional produksi CPO sepanjang Januari hingga Maret tahun ini mengalami penurunan sebesar 5-7 persen. Hal tersebut terlihat dari hasil produksi yang ditargetkan pada periode tersebut sebesar 5,5 juta ton. Tapi dengan penurunan produksi, hanya terealisasi 5,2 juta ton.
Demikianlah kata Ketua Umum Dewan Minyak Sawit Indonesia, Derom Bangun kepada politikindonesia.com, saat ditemui di sela International Conference & Exhibition on Palm Oil 2013, di Jakarta Convention Center (JCC), Selasa (07/05).
Menurutnya, ada beberapa faktor penyebab turunnya produksi CPO ini. Di antaranya cuaca dan siklus tanaman kelapa sawit yang sudah tak optimal. Hal itu terjadi karena karena tingkat kesuburannya menurun. Sementara permintaan meningkat cukup signifikan.
"Seharusnya, produksi CPO di semester pertama mencapai 45-48 persen. Sedangkan, semester kedua sebesar 52-55 persen dari total produksi tahunan. Produksi di sementar kedua memang lebih banyak karena adanya pergeseran siklus tanaman," ujarnya.
Dijelaskan, dari tahun ke tahun memang tanam kelapa sawit akan mengalami kondisi stress. Selain karena faktor curah hujan. Sehingga produks CPO juga akan mengalami fluktuasi. Penurunan ini juga berdampak pada stok CPO di tingkat pedagang ikut berkurang. Jika di awal tahun diperkirakan stok pada triwulan pertama sebesar 2,5 juta ton, maka kini hanya 2,4 juta ton CPO.
"Penurunan produksi dan stok CPO ini seharusnya membuat harga menguat karena permintaan masih cukup tinggi. Namun, ternyata harga CPO mengalami penurunan sedikit. Kondisi global ekonomi sangat kuat menekan harga komoditas, tapi tidak untuk CPO. Hal ini menunjukkan bahwa pasar CPO masih tinggi," ungkapnya.
Dari target produksi sekitar 28 juta ton itu, lanjutnya, sebesar 9,2 juta ton untuk konsumsi domestik, sisanya 19 juta ton diekspor ke berbagai negara terutama India, Cina, dan Uni Eropa. Serapan CPO di pasar domestik sebagian besar atau 5,7 juta ton untuk bahan makanan dan 3,5 juta ton untuk kebutuhan industri.
"Cadangan CPO diperkirakan terkontraksi menjadi 2,3 juta metrik ton dari 2,5 juta metrik ton pada akhir 2012. Sementara, pada bulan lalu, harga CPO masih di angka USD 846 per ton. Kemudian harga sempat turun menjadi USD 830 per ton dan minggu ini harga dikisaran USD 827,5 per ton. Namun, pihaknya tetap optimis harga CPO akan membaik beberapa dolar dalam 2 sampai 3 hari ke depan," tegasnya.
Ditambahkan, pada Bursa Malaysia harga CPO turun 23 persen pada tahun lalu, akibat perlambatan ekonomi di China dan krisis utang Eropa yang menahan permintaan. "Meskipun akan ada peningkatan produksi baik di Indonesia maupun Malaysia, saya sangat percaya di saat yang sama akan ada peningkatan signifikan dari India, China, Indonesia, dan Eropa. Permintaan pun akan sedikit melebihi pasokan," tuturnya.
Sementara itu, Menteri Pertanian Suswono menambahkan, untuk menstabilkan harga CPO di tingkat internasional, pemerintah akan terus bekerjasama dengan Malaysia sebagai produsen terbesar dunia. Indonesia dan Malaysia sebagai produsen CPO menguasai hampir 85 persen pasar dunia.
"Dalam beberapa hal memang sering ada kesalahpahaman, tapi kami terus bangun kerja sama. Setiap tahun ada pertemuan bilateral, dan salah satu topiknya adalah sawit," katanya.
Suswono menjelaskan, untuk mengantisipasi terus menurunnya harga CPO, pemerintah berusaha mendorong peningkatan konsumsi di dalam negeri melalui hilirisasi. Dengan hilirisasi ini, pihaknya berharap nantinua bisa ekspor lebih banyak dalam bentuk produk turunan yang memiliki nilai tambah.
"Untuk peningkatan pemanfaatan CPO di dalam negeri, terutama untuk biodiesel. Di tengah melonjaknya subsidi BBM untuk penggunaan dalam negeri sudah sepantasnya pemanfaatan minyak sawit untuk biodiesel dapat dipercepat sehingga mampu mengurangi beban subsidi tersebut," pungkasnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved