Pemerintah sudah saatnya membangun lembaga pemasyarakatan di daerah pulau terluar. Namun, seluruh narapidana (napi) harus mendapatkan fasilitas yang sama, baik untuk mereka yang terkait kasus teroris, narkoba, dan korupsi.
"Tahanan korupsi, narkoba, dan teroris harus ditempatkan di lapas pulau terluar. Tujuannya agar mereka tidak bisa berbuat seenaknya untuk mendapatkan keistimewaan atau pulang ke rumah sesukanya," kata Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane, Minggu (14/07).
Menurut Neta, selama ini napi korupsi kerap mendapat fasilitas istimewa dibanding lainnya. Hal ini menimbulkan kecemburuan sosial bagi napi untuk kasus lain.
Neta khawatir hal itu bisa menyebabkan para napi bertindak anarkis seperti yang terjadi di Lapas Tanjung Gusta, Medan, Sumatera Utara. Sebab dengan uang yang dimilikinya, mereka bisa mendapat apa saja yang diinginkan. Mulai dari membeli sel pribadi dengan berbagai fasilitas bintang lima.
“Atau keluar lapas sesuka hatinya dengan alasan berobat. Kemudian menyewa ruangan pejabat Lapas untuk kantornya sehari-hari. Juga memakai alat elektronik dan alat komunikasi secara bebas,” kata Neta.
Menurut Neta, kasus Lapas Tanjung Gusta seharusnya menjadi bahan evaluasi pemerintah dalam menata sistem dan manajemen lapas dan rutan. Setiap Lapas harus memiliki standar sama. Misalnya satu kamar diisi empat atau enam tahanan.
"Pemerintah harus tegas bahwa tidak ada lagi napi potensial yang menguasai kamar tahanan hanya untuk dirinya sendiri dan menjadi raja-raja kecil yang mempecundangi para pejabat lapas dengan uangnya," ujar Neta.
Neta juga meminta polisi menindak tegas dana memidana pejabat lapas yang terbukti kongkalikong dengan para napi untuk mendapat fasilitas tertentu. Sebab tanpa tindakan tegas maka kondisi lapas akan semakin tidak terkendali.
IPW berharap kasus Lapas Tanjung Gusta tidak terulang kembali. Sebab polisi akan kelabakan mengantisipasi keamanan di masyarakat dengan banyaknya napi yang melarikan diri.
© Copyright 2024, All Rights Reserved