Keberadaan apoteker di apotek masih dinilai minim. Meski namanya tercantum dalam papan nama apotek, sebagian besar orangnya jarang ada di lokasi sehingga sulit bertanggung jawab atas pelayanan dan pengawasan obat-obatan terhadap pasien.
Kondisi ini dipahami betul oleh Ikatan Apoteker Indonesia (IAI). “Kami sepakat untuk mendorong apoteker lebih bertanggung jawab terhadap profesinya. AIA tidak segan memberikan sanksi keras bila kewajiban sebagai penanggungjawab apotek dilalaikan,” kata Ketua Umum PP IAI, Nurul Falah Eddy Pariang, di sela penjelasan Kongres IAI ke XX yang akan berlangsung 18-21 April 2018 di Pekanbaru, Selasa (16/04).
Nurul menambahkan, IAI tak segan untuk merekomendasikan pencabutan nomor registrasi ijin praktik bagi apoteker yang tidak bertanggung jawab atas profesinya.
Langkah ini sebagai upaya menertibkan praktik apotek yang menjual sediaan farmasi tidak sesuai standar. IAI menghimbau agar para apoteker mentaati peraturan pemerintah untuk melakukan praktel kefarmasian dengan baik.
“Menjadi keprihatinan kami karena teman sejawat apoteker sampai saat ini masih banyak yang tidak taat aturan. Padahal papan nama dan sertifikat ijin praktek sudah terpampang di apotek. Tapi mereka sering tidak hadir secara fisik di apotek. Inilah yang kemudian disebut sebagai ghost apoteker alias apoteker hantu,” ungkapnya.
Menurutnya, kehadiran apoteker pada apotek sangat penting. Karena tugas apoteker adalah melayani masyarakat untuk memberikan informasi terkait obat-obatan dan produk farmasi. Sehingga ada komunikasi yang baik antara seseorang yang membeli atau menebus resep dokter. Apoteker tidak sekedar menyerahkan obat. Keberadaan apoteker diperlukan untuk memastikan keberlangsungan hidup pasien.
“Oleh sebab itu, apoteker harus bisa bertanggungjawab dengan pekerjaannya. Bentuk tanggung jawab tersebut seperti, adanya apoteker yang terus berada di apotek, melayani konseling obat, monitoring pasien dalam rangka meningkatkan kualitas hidup pasien. Jadi selama ini, kami temui banyak sekali apoteker yang tidak ada di apotek. Maka itu kami serukan tutup apotek yang tanpa apoteker," ulasnya.
Diakuinya, pengawasan penjual obat dengan resep dokter tanpa ada apoteker berada di Dinas Kesehatan Kabupaten/kota serta Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) setempat. Walau demikian, pihaknya akan terus berupaya untuk memberantas praktik apoteker hantu yang jelas merugikan masyarakat
“Kepercayaan pasien terhadap apoteker hanya dapat bertahan bila para apoteker menjaga kompetensi sesuai harapan pasien. Para apoteker semestinya mendekatkan diri pada pelayanan kepada masyarakat dan senantiasa mengikuti dinamika perkembangan pelayanan kesehatan terkini. Makanya, kami meminta masyarakat segera melaporkan bila menemukan adanya apoteker yang tidak berada di apotek,” tegasnya.
Dipaparkan, pihaknya mendukung BPOM untuk menindak tegas apotek dan apoteker yang nakal. Walaupun Permenkes tentang Apotek Rakyat sudah dicabut karena tidak sesuai dengan PP 51/2009 yang mewajibkan apoteker melakukan praktek kefarmasian secara bertanggungjawab. Namun, masih banyak apotek rakyat yang tidak lagi sesuai dengan syarat apotek rakyat yang ditetapkan pemerintah.
“Rencana penutupan apotek rakyat bukan hal baru. Wacana tersebut sudah lama dilontarkan, tepatnya muncul sejak September 2016. Namun, saat ini keadaan semakin mendesak apotek rakyat untuk lebih baik ditutup saja. Karena pemerintah sudah gencar dalam mendistribusikan obat generik yang memiliki harga terjangkau oleh rakyat. Sehingga keberadaan apotek rakyat dianggap tidak lagi dibutuhkan,” pungkasnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved