Atas nama kemanusiaan, pemerintah diminta menghibahkan sebuah rumah bagi keluarga pahlawan nasional. Terutama bagi keluarga pahlawan yang tergolong tidak mampu. Salah satunya, keluarga Ismail Marzuki, pahlawan sekaligus komponis yang karya-karyanya tetap abadi.
"Ini penting agar kebutuhan tempat tinggal keluarga pahlawan, yang bukan berasal dari kalangan berada, bisa terjamin. Ini seharusnya dibakukan jadi suatu aturan," kata sejarahwan Asvi Warman Adam, kemarin.
Asvi menanggapi berita keluarga pahlawan Ismail Marzuki, yang semasa hidupnya tidak pernah memiliki rumah tinggal. Kini, anak tunggal Ismail Marzuki, Rachmiaziah Ismail Marzuki, 60, kesulitan membayar sewa kontrak rumah tinggalnya Rp4,75 juta per tahun.
Bersama suaminya, Muhammad Benny, Rachmi kini menempati rumah kontrakan di Perumahan Bappenas, Blok A 12, Cinangka, Wates, Sawangan, Depok, Jawa Barat. Uang tunjangan keluarga pahlawan nasional Rp1,5 juta per bulan jelas sulit mewujudkan harapannya memiliki rumah untuk menghabiskan masa tuanya.
"Jika pemerintah bisa mencanangkan rusun murah dan perumahan murah, masa tidak bisa mendirikan satu rumah buat keluarga pahlawan," kata Asvi.
Rumah yang dihibahkan bagi para pahlawan itu tidak perlu semewah yang dihibahkan untuk mantan presiden dan wakil presiden. Yang penting, kata Asvi, cukup sebagai tempat tinggal para ahli waris pahlawan yang mungkin semasa hidupnya kurang beruntung.
"Saya mengimbau pemerintah pusat, atau pemerintah DKI, entah bagaimana caranya bisa menghibahkan rumah yang sifatnya permanen," pinta Asvi.
Janji Pemda DKI
Sebenarnya, pada 1985 Pemda DKI Jakarta pernah menjanjikan sebuah rumah untuk keluarga Ismail Marzuki. Janji itu sebagai kompensasi dari kesedian keluarga Ismail Marzuki menitipkan sebagian alat musik milik komposer legendaris itu ke museum di Taman Ismail Marzuki (TIM).
Ketika itu, pihak keluarga menyerahkan sebuah biola dan dua buah akordeon. Juga ada sejumlah foto dan piagam penghargaan yang pernah diterima almarhum Ismail Marzuki. Namun, sampai Selasa (18/05), janji itu tak pernah terealisir.
"Sampai sekarang tidak terdengar kabar janji rumah dari Pemda DKI itu. Saya juga nggak mau seakan minta-minta dan mengemis. Biar Allah yang mengetahui," kata Rachmi.
Uang tunjangan rutin dari TIM, juga sudah lama terhenti, saat ibunda Rachmi, Eulis Zuraidah, meninggal dunia pada 2001. Sumbangan itu terakhir diterima Rp200 ribu per bulan. Rachmi menceritakan, sejak TIM didirikan, Eulis, istri Ismail Marzuki mendapat tanda kasih Rp100 ribu, lalu meningkat jadi Rp125 ribu, naik lagi Rp150 ribu.
"Sampai terakhir Rp200 ribu, yang tak lagi ada sejak ibu meninggal," ungkap Rachmi.
© Copyright 2024, All Rights Reserved