Seorang peniup peluit yang mengungkap kebobrokan institusinya, kini dijadikan "pesakitan" oleh institusinya sendiri. Itulah gambaran nasib Komisaris Jenderal Polisi Susno Duadji saat ini. Akankah keberanian Susno berbuah sukses, seperti kisah perjuangan Francesco Vincent Serpico membongkar kebusukan polisi di New York?
Melihat kegigihan Susno, publik yang memperhatikan perkembangan kasus ini, jadi teringat tentang Serpico. Menelisik SERPICO, sebuah film layar lebar produksi tahun 1973 yang disutradarai Sidney Lumet terasa mirip dengan liku-liku mantan Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri Komjen Susno Duadji yang meniup peluit soal mafia hukum di kepolisian kepada publik. Film yang dibintangi aktor watak Al Pacino ini, diangkat dari kisah nyata. Berkisah tentang perjuangan seorang polisi jujur bernama Frank Serpico terhadap rekan-rekannya yang berprilaku korup di New York Police Departement (NYPD).
Francesco Vincent Serpico dilahirkan di Brooklyn, New York, sebagai anak bungsu seorang imigran Italia, Vincenzo dan Maria Giovanna Serpico. Dia pertama masuk Angkatan Darat AS dan ditugaskan di Korea. Selesai tugas, dia bekerja sebagai detektif swasta dan konselor anak muda sambil kuliah di Brooklyn College.
Pada 1959, Serpico masuk jadi anggota polisi NYPD. Karir ini kemudian menggiringnya ke bagian reserse kriminal. Dalam pekerjaannya, dia justru menemukan bukti bahwa sejumlah rekannya di kepolisian terlibat dan menerima suap dari para pelaku kejahatan.
Serpico tak henti mengumpulkan bukti. Namun selalu gagal menyeret rekan dan atasannya ke meja hijau. Pada 1967, dia pernah melaporkan ke bagian internal (provost, propam, paminal – atau apapun istilahnya) tentang praktek korupsi itu, namun tidak digubris.
Berhentikah langkah Serpico? Tidak. Serpico mengambil langkah lain. Membenahi sistrem tubuh NYPD dengan meminta bantuan publik. Meluncurlah hasil investigasinya ke media massa.
Kegaduhan pun melanda Kota New York, ketika New York Times mempublikasikan tulisan dari reporter kriminalnya David Burnham pada 25 April 1970. Artikel itu berasal dari fakta yang diungkap Serpico, tentang fakta busuk di NYPD, bahwa polisi telah menerima jutaan dolar AS uang suap dari para pedagang obat bius, mafia dan uang pungli dari para pengusaha.
Laporan itu membuat Walikota New York, John V. Lindsay membentuk komisi independen beranggotakan lima orang untuk menyelidiki korupsi dalam tubuh NYPD. Jaksa Whitman Knapp jadi ketuanya, yang kemudian dinamai Komisi Knapp .
Keberanian Serpico itu, membuatnya dibenci oleh banyak rekannya di NYPD. Sebuah insiden pada 3 Februari 1971, hampir merenggut nyawanya. Dalam operasi penggerebekan terhadap jaringan obat bius di Brooklyn, 3 Februari 1971, kepala Serpico tertembak dari jarak dekat oleh anggota geng obat bius.
Serpico berteriak minta bantuan dua rekannya, yang justru menghilang. Kuat dugaan, Serpico sengaja diumpankan agar dibunuh. Untungnya, dia diselamatkan penghuni sebelah apartemen yang digunakan para anggota geng tersebut. Dia segera dibawa ke rumah sakit, dan berhasil selamat, untuk kemudian bersaksi di depan Komisi Knapp.
Pada 10 Mei 1971, Serpico bersaksi di depan pengadilan internal yang mengadili seorang letnan polisi NYPD yang dituduh menerima suap dari para penjudi.
Pada 14 Mei 1971. Serpico mendapat penghargaan tertinggi medali emas dari kepala NYPD dan mendapat promosi. Namun sebulan kemudian, pada 15 Juni 1971, dia mengajukan pengunduran diri dan pergi ke Swiss untuk perawatan lebih lanjut soal kesehatannya.
Tahun 1972, penyelidikan Komisi Knapp rampung. Panel ini menyimpulkan bahwa korupsi telah mewabah di NYPD dan merasuki para perwira polisi. Atas rekomendasi itu, Walikota Lindsay mengambil langkah tegas dengan membentuk unit-unit khusus baru guna mengambilalih penanganan kasus-kasus narkoba dan perjudian yang sebelumnya ditangani sistem yang korup. Lindsay juga membentuk dewan pengawas kode etik guna membongkar penyelewengan tersebut. Perubahan besar-besaran pun terjadi di NYPD.
Apa yang menarik dari kisah Serpico adalah kesaksiannya di depan Komisi Knapp pada Oktober dan Desember 1971.
"Melalui kesaksian saya hari ini, saya berharap para anggota polisi di masa depan tidak akan mengalami rasa frustrasi dan kegelisahan yang sama seperti yang saya alami lima tahun terakhir ini di tangan para atasan saya karena upaya saya melaporkan korupsi...”
Peniup peluit
Banyak kemiripan antara Serpico dengan Susno Duadji. Mereka adalah ‘peniup peluit’ yang meneriakkan hal yang sama, yakni indikasi korupsi dalam institusinya. Banyak yang mengapresiasi sikap Susno. Mereka berharap, langkah Susno ini menjadi momentum reformasi sistem penegakan hukum Indonesia yang tengah mengalami krisis kepercayaan. “Ini momentum emas untuk memperbaiki institusi Kepolisian.”
Namun, nasib Susno belum seperti Serpico. Tak ada Komisi Snapp. Tak ada John V. Lindsay yang begitu tanggap mencari kebenaran Serpico. Bisa jadi karena jumlah yang tidak suka Susno lebih besar. Susno kini menjadi menjadi tersangka dan ditahan, atas penyidikan sebuah kasus korupsi yang justru dialah sosok yang membeberkan informasi pertama tentang kasus itu ke Komisi III DPR.
Jika dibandingkan Serpico, pangkat Susno lebih tinggi. Dia adalah jenderal bintang tiga, sedang Serpico hanya petugas lapangan yang menjadi reserse kriminal biasa. Apa jadinya, jika fakta tentang kebobrokan itu hanya diungkap orang biasa?
Ketua DPR Marzuki Alie khawatir jika penahanan atas Susno membuat “calon-calon peniup peluit” lainnya menjadi takut. “Efeknya orang jadi takut melaporkan. Bagaimana negara ini akan bisa baik, kalau orang takut melaporkan adanya ketidakberesan?"
Kisah Susno belum berakhir. Akhirnya pun belum bisa ditebak. Semua kini terpulang kepada mereka yang punya kewenangan dalam urusan ini. Apakah akan menjadi momentum untuk memperbaiki moral dan kinerja, atau membalikkan moncong kepada sang peniup peluit itu sendiri?
Pastinya, Susno bukan malaikat. Dia juga belum jadi pahlawan. Tapi keberaniannya mengungkap perilaku korup di institusi yang begitu ia cintai, layak dianggap sebagai itikad baik untuk memperbaiki keadaan.
Politisi Demokrat Didi Irawadi berpendapat, mestinya Susno diberikan ruang seluas-luasnya untuk memberikan kesaksian dan membongkar persoalan mafia hukum yang diduga melibatkan oknum Mabes Polri.
Sangat menarik jika mencermati pesan Serpico dalam kesaksiannya di Komisi Knapp. “Kita-lah yang menciptakan iklim, di mana polisi yang jujur takut kepada yang tidak jujur. Masalahnya, iklim yang diinginkan itu tidak ada, yaitu para anggota polisi jujur dapat bertindak tanpa takut pada cemoohan atau pembalasan dari rekan-rekan anggota lainnya..."
Serpico kini berusia 74 tahun, dan menikmati masa pensiunnya dengan memberikan ceramah di kampus-kampus serta pembekalan kepada polisi tentang tugas-tugas polisi sebagai “pelindung dan pelayan” masyarakat. Sedang, Susno kini masih menikmati kopi paginya di Rutan Brimob Kelapa Dua.
© Copyright 2024, All Rights Reserved