Pemberian remisi terhadap narapidana dicurigai merupakan kolusi antar narapidana dan sipir atau kepala lembaga pemasyarakatan. Namun hal itu dibantah keras oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Hamid Awaludin karena menurutnya kriteria pemberian remisi kepada narapidana selama ini sangat jelas.
"Remisi diberikan berdasarkan kriteria yang harus dipenuhi seorang narapidana. Pertama, dicek kriteria waktu enam bulan, apakah terpenuhi. Kedua, lihat rekam jejak kesehariannya. Data untuk narapidana itu ada semuanya kalau mau melihat," jelas Hamid ketika menghadiri pelantikan dan pengucapan sumpah Ketua Mahkamah Konstitusi di Jakarta, Selasa (22/8).
Menurut Hamid, remisi diberikan kepada narapidana yang telah menjalani masa pidananya minimal enam bulan dan sudah ada keputusan yang berkekuatan hukum tetap. Penilaian dilakukan oleh sipir didasarkan pada aktivitas keseharian narapidana selama menjalani pidana. Setelah itu, kepala lembaga pemasyarakatanlah yang melakukan evaluasi total terhadap penilaian seorang narapidana "Yang melakukan penilaian adalah sipir dan evaluasi total dilakukan oleh kepala lembaga pemasyarakatan," kata Hamid.
Namun memang selama ini tidak ada kontrol dari luar terhadap penilaian sipir dan kepala lembaga pemasyarakatan. Hal itu menurut Hamid tidak lantas menciptakan kolusi dalam pemberian remisi karena setiap usul pemberian remisi itu selalu dicek terlebih dahulu dengan kriteria yang ada.
"Untuk menghindari kolusi, kita cek pemberian remisi dengan kriteria yang ada," kata Hamid tegas.
Mengenai pengurangan masa tahanan untuk terpidana korupsi, Hamid tidak melihat pertentangannya dengan komitmen pemerintah memberantas korupsi. "Remisi tidak mengenal perbuatan narapidana sebelum dipenjara. Apa kaitannya? Sama sekali tidak ada. Pemberantasan korupsi kan hulunya pada proses dan orang ini sudah melalui proses itu," kata Menteri Hukum dan HAM.
© Copyright 2024, All Rights Reserved