Perjanjian ekstradisi antara Indonesia dengan Singapura yang tercantum dalam 19 pasal ternyata masih terganjal di enam pasal. Keenam pasal tersebut diantaranya mengatur soal kejahatan apa saja yang tak bisa diatur dalam perjanjian ekstradisi dan soal bukti-bukti yang diperlukan untuk mengekstradisi seseorang. Sedangkan 13 pasal lainnya sudah dapat disetujui oleh dua negara bertetangga ini.
Hal tersebut diungkapkan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Hamid Awaludin saat melakukan dengar pendapat Komisi III DPR, Rabu (23/11) di Jakarta. "Ada 19 pasal dalam naskah kesepakatan itu. 13 pasal sudah rampung dan disetujui bersama. Tinggal enam pasal yang belum di antaranya menyangkut soal kejahatan apa saja yang tak bisa diatur dalam perjanjian itu, dan soal bukti-bukti yang diperlukan untuk mengekstadisi seseorang," jelas Hamid.
Namun hal tersebut tidak menyurutkan keinginan Pemerintah untuk segera mempunyai perjanjian ekstradisi dengan Singapura yang telah lama diidamkan. Pemerintah masih optimis bahwa dua hal yang tercantum dalam enam pasal tersebut akan rampung dalam waktu dekat. "Kita akan mempercepat pembahasan masalah itu," janji Hamid.
Isu perjanjian ekstradisi antara Indonesia dengan Singapura merupakan salah satu isu politik dan hukum nasional yang dituntut oleh kalangan anggota DPR sejak lima tahun terakhir. Salah seorang penggagasnya adalah AM Fatwa dari F-PAN.
Tokoh DPR yang terkenal vokal ini telah berkali-kali mengecam Singapura karena melindungi pengusaha Indonesia yang telah melakukan kejahatan ekonomi di Indonesia. Bahkan AM Fatwa menyebut Singapura surga tempat pencucian uang hail korupsi yang dilakukan orang-orang Indonesia khususnya pengusaha ‘hitam’.
© Copyright 2024, All Rights Reserved