INI Gangneung, kota di pesisir timur Provinsi Gangwon, Korea Selatan. Motonya: Pine City (Kota Pinus). Tidak sedikit ulasan yang menyebut Gangneung seluas 1.000 kilometer per segi dengan 211 ribu penduduk ini adalah tempat yang tepat untuk menikmati sisi tradisi dan alami berbalut modernitas ala Korea.
Ia diapit Pegunungan Taebaek yang memanjang dari utara ke selatan di sisi timur Semenanjung Korea dan pantai-pantai Laut Timur yang indah. Areal pertanian dan perkebunan terhampar rapi seperti juga bangunan-bangunan tinggi di pusat kota.
Selain Pantai Jeongdongjin yang ideal untuk menyaksikan matahari terbit, objek wisata alami lain di Gangneung adalah Danau Gyeongpo yang bersisian dengan Laut Timur. Keduanya hanya dipisahkan taman hijau dan pantai berpasir putih.
Konon, orang-orang yang sedang jatuh cinta dapat melihat rembulan dan empat bayangannya di Gyeongpo. Bayangan pertama dipantulkan air danau, bayangan kedua dipantulkan air laut. Lalu bayangan ketiga dari pantulan gelas, dan bayangan keempat rembulan terpancar dari mata sang kekasih.
Paviliun Gyeongpodae di sisi baratlaut danau disebut sebagai tempat terbaik untuk melihat bulan purnama. Di dalam bangunan dengan gaya arsitektur paljak yang khas ini kita dapat menemukan bait-bait puisi yang ditulis Yi I tentang surga dan rembulan yang berkilauan dalam kegelapan.
Yi I yang lebih dikenal dengan nama pena Yulgok adalah filsuf Konfusian yang hidup di pertengahan abad ke-16 di era Joseon. Karya-karyanya memiliki pengaruh yang besar dalam kesustraan Korea modern dan menjadi objek studi yang seakan tak ada habisnya.
Sedemikian hormat masyarakat Korea Selatan pada Yulgok, tidak hanya namanya dijadikan nama jalan baik di Gangneung kota kelahirannya maupun di Seoul, wajahnya juga digambarkan dalam pecahan uang kertas senilai 5.000 won.
Selain sebagai pujangga dan filsuf, Yi I juga dikenal sebagai pemikir militer dan pertahanan. Ia memiliki perhatian pada kemampuan Joseon menghadapi kemungkinan serangan dari manapun, terutama dari Jepang yang ada di seberang Laut Timur. Sayangnya, Raja Seonjo menolak saran Yi I untuk memperkuat pasukan Joseon.
Yi I atau Yulgok meninggal dunia tahun 1584. Delapan tahun kemudian, di tahun 1492, balatentara Jepang dipimpin Toyotomi Hideyoshi, orang nomor satu di pemerintahan Kaisar Go Yozei, benar-benar menyerang Joseon.
Demi menghadapi serangan pasukan Hideyoshi, Raja Seonjo meminta bantuan Dinasti Ming di Tiongkok. Perang yang berlangsung selama enam tahun itu, dikenal sebagai Perang Imjin, memakan banyak korban di pihak Joseon dan Ming. Perang hanya berakhir setelah Hideyoshi meninggal dunia dan pasukan Jepang memutuskan untuk meninggalkan Semenanjung Korea.
Barangkali, andai saja saran yang pernah disampaikan Yi I untuk memperkuat pasukan Joseon diikuti para pengambil kebijakan saat itu, Jepang tidak akan berani menyerang Semenanjung Korea, dan perang dapat dihindarkan.
Di tahun 1973, barulah pemikiran Yulgok di bidang militer dan pertahanan mendapatkan pengakuan. Reformasi dan modernisasi sektor militer dan pertahanan Korea Selatan yang dimulai di era Park Chunghee dan dilanjutkan Chun Doohwan dikenal dengan nama "Yulgok Project".
Kisah lain yang menarik tentang Gangneung berasal dari tahun 1996, dan melibatkan Korea Utara!
Pada tanggal 15 September di tahun itu sebuah kapal selam kelas Sang-O milik Korea Utara menyusup ke perairan Korea Selatan dan mendarat di dekat Jeongdongjin, sekitar 20 kilometer dari pusat Gangneung. Disebutkan, bahwa pasukan khusus Korea Utara tengah menjalani misi pengintaian pangkalan AL Korea Selatan di dekat Jeongdongjin. Semestinya, misi ini berlangsung dengan singkat.
Namun, entah apa yang terjadi, saat hendak meninggalkan lokasi pendaratan dua hari kemudian kapal selam itu kandas dan tak dapat bergerak. Setelah berbagai cara dilakukan, pasukan Korea Utara akhirnya sepakat untuk meninggalkan kapal selam itu dan kembali ke Korea Utara dengan berjalan kaki.
Sebelum meninggalkannya, pasukan khusus Korea Utara menghancurkan sejumlah perangkat sensitif di dalam kapal selam agar tidak dapat dikuasai pihak lawan. Setelah itu, untuk mempermudah long march pasukan Korea Utara yang berjumlah 26 orang memecah diri menjadi beberapa kelompok kecil.
Sayangnya, sehari kemudian, seorang supir taksi yang curiga melihat gerak-gerik salah satu kelompok kecil pasukan Korea Utara menghubungi polisi. Tidak butuh waktu lama, polisi dan pihak militer Korea Selatan segera mencari tahu apa yang sesungguhnya terjadi.
Setelah menemukan kapal selam Sang-O yang kandas di dekat Jeongdongjin, Korea Selatan segera menggelar operasi memburu tentara Korea Utara.
Pemburuan ini berlangsung selama 49 hari, dan berakhir di tanggal 5 November.
Dari 26 tentara Korea Utara yang ikut dalam misi itu, 13 di antaranya tewas dalam kontak senjata dengan pasukan Korea Selatan. Sebelas lainnya ditemukan tewas dieksekusi personel Korea Utara lainnya. Lalu, satu orang tertangkap, dan seorang lainnya diperkirakan berhasil kembali ke Korea Utara atau tewas di tengah hutan.
Di pihak Korea Selatan sebanyak 12 tentara tewas. Dari jumlah ini, delapan tewas dalam kontak senjata dengan pasukan Korea Utara, dan empat lainnya tewas karena mengalami kecelakaan. Juga disebutkan, empat warga sipil Korea Selatan juga tewas sepanjang operasi pemburuan.
Pada tanggal 29 Desember, pihak Korea Utara menyampaikan permintaan maaf secara terbuka. Menurut Korea Utara, seperti dikutip dari CNN, kapal selam Sang-O itu sebenarnya sedang melakukan patroli di wilayah laut internasional namun terseret arus sehinga terdampar di Jeongdongjin.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Korea Utara dalam pernyataan maaf yang tidak biasa itu mengucapkan duka mendalam atas korban jiwa yang terjadi dalam kejadian itu. Korea Utara juga berjanji peristiwa seperti ini tidak akan terulang lagi.
Hingga kini, kapal selam kelas Sang-O milik Korea Utara itu dipajang di Taman Tongil (Unifikasi) di dekat Gangneung bersama sejumlah kapal dan pesawat milik Korea Selatan. Adapun Lee Kwong Soo, satu-satunya personel dari kapal selam Sang-O Korea Utara yang tertangkap, dikabarkan tetap tinggal di Korea Selatan dan sempat menjadi instruktur di AL Korea Selatan.
Kisah kapal selam Sang-O milik Korea Utara yang dipamerkan di Pantai Tongil ini mengingatkan saya pada kapal mata-mata Pueblo milik Amerika Serikat yang ditangkap Korea Utara di Laut Timur pada Januari 1968 dan sampai kini dipamerkan sebagai tropi kemenangan di Sungai Potong, salah satu sungai utama di Pyongyang.
*Ketua Umum Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI)
© Copyright 2024, All Rights Reserved