Kopi merupakan salah komoditas unggulan perkebunan yang diperdagangkan secara luas di dunia. Sehingga tak heran, kopi asal Indonesia merupakan komoditas ekspor yang diunggulkan. Bahkan, posisinya menduduki peringkat 3 di dunia, setelah Brazil dan Vietnam.
Demikian dikatakan Sekretaris Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian (Kementan) Ismijati Rachmi kepada politikindonesia.com di Kantor Kementan, Jakartau, Rabu (15/07).
Menurutnya, hasil ekspor kopi saat ini mampu menjadi sumber devisa negara keempat, setelah kelapa sawit, karet dan kakao. Selain itu hasil produksinya juga mampu meningkatkan perekonomian petaninya. Dengan jumlah produksi kopi Indonesia sebesar 685.089 ton yang berasal dari lahan seluas 1.246.810 ha. Lahan tersebut sekitar 96 persen didominasi oleh perkebunan rakyat dab sisanya milik koorporasi. Setiap hektarnya mampu menghasilkan sebanyak 741 ton kilogram (kg) kopi.
"Dari jumlah produksi sekitar 685.089 ton, sekitar 76,7 persen menghasilkan kopi Robusta dan 23,3 persen kopi Arabika. Dari hasil tersebut sebanyak 385.000 ton di antaranya diekspor ke berbagai negara di dunia dengan nilai ekspor mencapai USD1,04 miliar," ujarnya.
Dijelaskan, produksi kopi Indonesia, mampu berkontribusi 8,9 persen atau 0,69 juta ton dari total produksi kopi dunia sebanyak 8,6 juta ton. Sehingga prospek dan potensi pengembangan kopi di Indonesia sangat menjanjikan. Hal itu terbukti dengan semakin meningkatnya peminat kopi di dunia. Sehingga petani kopi di Indonesia terus berupaya meningkatkan produksinya.
"Oleh sebab itu, saat ini kami sedang berkonsentrasi membuat rangkaian kebijakan untuk meningkatkan produktivitas kopi nasional. Salah satunya adalah dengan mendorong penerapan Good Agricultur Practice (GAP) alias Praktik Perkebunan yang Baik sesuai standar internasional. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan produktivitas rata-rata per hektar lahan perkebunan. Sehingga Indonesia bisa menjadi produsen kopi terbesar di dunia," paparnya.
Pihaknya pun optimis Indonesia mampu menjadi penghasil kopi nomor satu di dunia. Karena produk kopi Indonesia dikenal dengan beragam cita rasa dan aroma yang khas. Oleh sebab itu, untuk meningkatkan produktivitas, produksi dan mutu kopi Indonesia, pihaknya tetap memfokuskan kegiatan pada peremajaan tanaman, khususnya kopi Robusta. Selain itu juga dilakukan pengutuhan pada tanaman kopi Arabika serta intensifikasi tanaman kopi Robusta dan Arabika.
"Sayangnya, saat ini kemampuan anggaran dari APBN untuk kegiatan tersebut masih terbatas. Karena komiditas unggulan lainnya juga menuntut hal yang sama. Keterbatasan anggaran tidak membuat kami patah semangat untuk meningkatkan produksi kopi di Indonesia. Kami juga melakukan penguatan kelembagaan melalui pelatihan dan pendampingan petani. Sehingga kami mampu meningkatkan dan menumbuhkan kemitraan usaha antara industri/eksportir dan petani," ungkapnya.
Dalam kesempatan itu, pihaknya pun memaparkan permasalahan yang dihadapi Indonesia dalam pengembangan kopi nasional. Sehingga produksi kopi Indonesia masih belum mampu mengungguli Vietnam. Di antaranya adalah masalah teknik perkebunan kopi di Indonesia masih tradisional. Sedangkan, Vietnam sudah menerapkan GAP/Praktik Perkebunan yang Baik). Mulai dari benihnya dipilih yang unggul dan bersertifikat, pengairannya baik, pupuknya optimal yang sesuai standar GAP.
"Penerapan GAP di Vietnam mampu menghasilkan kopi yang melimpah per hektar lahan dibandingkan dengan kebun Indonesia. Produksi Vietnam mencapai 2,2 ton/ ha. Bahkan, ada yang mencapai 4 ton/ ha. Sementara Indonesia tidak mencapai 1 ton/ ha atau hanya sekitar 741 kg/ ha. Dari hasil itu, Indonesia hanya mampu menyumbang 0,69 juta ton kopi untuk pasar dunia. Sedangkan, Vietnam mampu memberikan sebanyak 1,32 juta ton," pungkasnya.
Adapun permasalan lainnya, lanjut Ismijati, diseminasi teknologi di Indonesia masih rendah akibat keterbatasan tenaga penyuluh dan keterbatasan sarana penunjang. Sehingga kualitas biji yang dihasilkan juga masih rendah karena penanganan pasca panen juga belum optimal.
"Semua itu terjadi karena masih terbatasnya akses permodalan yang bisa didapat para petani untuk memajukan produksi kopi. Selain itu, tata niaga yang masih panjang dan belum efisien," imbuhnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved