Pengacara Fredrich Yunadi menilai surat dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadapnya penuh asumsi dan skenario yang diciptakan atau rekayasa.
Hal itu disampaikan Fredrich saat menyampaikan nota keberatan (eksepsinya) dalam sidang lanjutan kasus dugaan merintangi penyidikan perkara dugaan korupsi proyek e-KTP yang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (15/02).
“Dakwaan tersebut murni merupakan asumsi dan skenario yang diciptakan atau direkayasa oleh JPU KPK," ujar mantan pengacara Setya Novanto tersebut.
Dalam keberatannya, Fredrich mempermasalahkan isi surat dakwaan terhadap dirinya, yaitu pada halaman dua alinea 14, yang telah menuduh dirinya dan dokter Rumah Sakit Medika Permata Hijau Bimanesh Sutarjo bekerja sama untuk menghindari pemeriksaan penyidikan oleh penyidik KPK terhadap Setnov.
“JPU tidak menguraikan untuk pemeriksaan tanggal berapa, JPU KPK juga tidak menyebut surat panggilan nomor berapa," ujar dia.
Fredrich menganggap penyidik dan JPU KPK tak berwenang menangani perkara yang membuat dirinya kini duduk di kursi terdakwa.
“Baik secara de facto atau de jure bukan wewenang penyidik dan JPU KPK. Sehingga penyidik maupun JPU KPK tidak diizinkan menanganinya," ujar dia.
Fredrich menganggap dakwaan Jaksa tidak sah, kabur, dan harus dinyatakan batal demi hukum. “Sehingga majelis hakim Pengadilan Tipikor tidak berwenang memeriksa dan menanganinya," tandas dia.
Seperti diketahui, Fredrich didakwa berupaya menghalangi proses hukum yang dilakukan KPK terhadap mantan Ketua DPR, Setya Novanto.
Fredrich bersekongkol dengan dokter RS Medika Permata Hijau, Bimanesh Sutarjo, agar Novanto dirawat inap di RS Medika Permata Hijau pada pertengahan November 2017.
Fredrich juga meminta dokter RS Permata Hijau untuk merekayasa data medis Novanto. Upaya itu dilakukan dalam rangka menghindari pemeriksaan oleh penyidik KPK.
Fredrich dijerat Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
© Copyright 2024, All Rights Reserved