Kejaksaan dinilai menghambat percepatan pemberantasan korupsi. Upaya kejaksaan hanya terfokus pada penyidikan dan penuntutan perkara, namun tak diikuti percepatan eksekusi putusan yang sudah berkekuatan tetap.
Demikian pernyataan Indonesia Corruption Watch (ICW), Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia FH-UI, Masyarakat Anti Korupsi Kota Cirebon, Lembaga Bantuan Hukum Padang seusai mengajukan laporan ke Kantor Komisi Kejaksaan, Selasa (30/5).
Emerson Yuntho dari ICW menyatakan, sikap kejaksaan yang tidak mempercepat eksekusi putusan terlihat dalam perkara korupsi APBD 2002 sebesar Rp 5,9 miliar dengan terdakwa mantan anggota DPRD Sumatera Barat (1999-2004). Putusan kasasi Mahkamah Agung yang menghukum penjara 4 hingga 5 tahun kepada 33 mantan anggota DPRD Sumbar belum juga dieksekusi.
Hal yang sama terjadi pada perkara korupsi dana APBD Kota Cirebon tahun 2001 sebesar Rp 1,3 miliar. Putusan kasasi MA 6 Oktober 2005 yang menjatuhkan pidana dua tahun penjara kepada tiga mantan pimpinan dan tujuh anggota DPRD Kota Cirebon juga belum dieksekusi. "Alasan kemanusiaan atau ada peninjauan kembali yang dikatakan Kejaksaan jelas kontras dengan upaya pemberantasan korupsi," ujarnya.
Wakil Ketua Komisi Kejaksaan Puspo Adji meminta pelapor membuat laporan tertulis agar bisa diteruskan ke Jaksa Agung. "Nantinya Komisi Kejaksaan akan memilah, apakah lambatnya eksekusi vonis korupsi di Sumbar dan Kota Cirebon itu berkaitan dengan kinerja atau perilaku jaksa. Jadi, perlu proses dalam," katanya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved