Perkiraan pertumbuhan India naik menjadi 6,8% untuk Tahun Fiskal 2024-2025. Angka perkiraan itu masih lebih rendah dari perkiraan pertumbuhan fiskal saat ini sebesar 7,6%.
“Untuk negara-negara emerging market di Asia, kami secara umum memproyeksikan pertumbuhan yang kuat, dengan India, Indonesia, Filipina, dan Vietnam sebagai pemimpinnya,” kata Kepala ekonom Asia-Pasifik di S&P Global Ratings, Louis Kuijs, dikutip Kamis (28/3/2024).
Meski ada kenaikan, namun proyeksi terbaru ini lebih rendah dari perkiraan RBI sebesar 7%.
Bahkan pemerintah India memperkirakan PDB akan tumbuh sekitar 7% pada tahun fiskal berikutnya. Badan-badan domestik dan global lainnya memperkirakan pertumbuhan akan berada pada kisaran 6,5% hingga 7%.
Sebelumnya, berdasarkan Tinjauan Ekonomi Bulanan Departemen Urusan Ekonomi Kementerian Keuangan mengatakan bahwa pertumbuhan yang kuat disertai dengan inflasi dan neraca eksternal yang stabil serta prospek lapangan kerja yang progresif membantu perekonomian India menutup tahun keuangan ini dengan catatan positif.
“Ada hambatan seperti indikasi melemahnya harga minyak mentah dan hambatan perdagangan global. Meskipun demikian, India, secara keseluruhan, menantikan prospek yang cerah pada tahun fiskal 2025,” sebut laporan itu.
Menurut Louis Kuijs, untuk moderasi year-to-year, suku bunga yang ketat kemungkinan akan membebani permintaan pada tahun fiskal berikutnya. Sementara tindakan regulasi untuk mengurangi pinjaman tanpa jaminan akan memengaruhi pertumbuhan kredit. Defisit fiskal yang lebih rendah juga akan menghambat pertumbuhan.
Sebelumnya, S&P Global Ratings telah memproyeksikan pertumbuhan Tahun Anggaran 2025 sebesar 6,4%. Badan tersebut belum membuat perubahan apa pun dalam perkiraannya untuk Tahun Anggaran 2025-26, 2026-27, dan 2027-28 dan menetapkan angka masing-masing sebesar 6,9%, 7%, dan 7%.
Berbicara mengenai inflasi, Kuijs mengatakan, meskipun inflasi Consumer Price Index atau Indeks Harga Konsumen (IHK) non-makanan melemah sekitar 250 bps, inflasi pangan naik 40 bps dalam sepuluh bulan pertama tahun fiskal ini.
Secara keseluruhan, inflasi umum turun menjadi sekitar 5,5% pada tahun fiskal ini dari 6,7% pada tahun fiskal 2022-2023. Inflasi umum berada di atas pertengahan kisaran target 4%-6%, karena tingginya inflasi bahan makanan. Selalu ada risiko peningkatan seputar inflasi.
“Kecuali jika terjadi guncangan global yang besar, kami secara umum menganggap risiko-risiko tersebut saat ini tidak terlalu besar," kata Kuijs.
Tekanan kenaikan harga akibat permasalahan pelayaran internasional baru-baru ini tampaknya tidak cukup untuk memberikan dampak yang berarti terhadap inflasi secara keseluruhan,” kata Kuijs sambil memperkirakan inflasi konsumen akan terus menurun hingga rata-rata 4,5% pada Tahun Anggaran 2025-26.
Kini, pertanyaan besarnya adalah kapan kebijakan suku bunga akan diturunkan.
“Kami memperkirakan penurunan suku bunga hingga 75 bps (India, Indonesia, Selandia Baru, dan Filipina) tahun ini (yang bagi India adalah tahun 2024-25), dengan median penurunan sebesar 50 bps," kata Kuijs.
Di India, melambatnya inflasi, berkurangnya defisit fiskal, dan rendahnya suku bunga kebijakan Amerika Serikat (AS) akan menjadi landasan bagi Reserve Bank of India untuk mulai menurunkan suku bunganya.
"Namun kami yakin kejelasan yang lebih besar mengenai jalur disinflasi dapat mendorong keputusan ini setidaknya hingga Juni 2024, atau mungkin nanti,” kata Kuijs.
Kemudian untuk China, S&P Global melihat pertumbuhan PDB melambat menjadi 4,6% pada tahun 2024, menurun dibandingkan tahun 2023 yang tercatat 5,2%.
“Perkiraan kami memperhitungkan berlanjutnya pelemahan properti dan dukungan kebijakan makro yang terbatas. Deflasi tetap menjadi risiko jika konsumsi tetap lemah dan pemerintah meresponsnya dengan lebih menstimulasi investasi manufaktur,” pungkas Kuijs. []
© Copyright 2024, All Rights Reserved