Pemerintah Amerika Serikat (AS) tidak dapat membebaskan Hambali --orang yang diduga terlibat sejumlah aksi teror internasional-- sebelum memperoleh seluruh informasi yang dibutuhkan karena penahanan Hambali merupakan bagian dari upaya AS memerangi jaringan teroris internasional.
Pernyataan tersebut dikemukakan Duta Besar AS untuk Indonesia B. Lynn Pascoe dalam diskusi mengenai "{Freedom, Democracy and Citizen-Ship vs International Terorism}" di Kampus Universitas Indonesia, Depok, Senin.
Menurut dia, pasca-serangan teroris di Gedung World Trade Center (WTC) New York, 11 September 2001, Pemerintah AS memang menangkap sejumlah orang yang diduga terkait dengan peristiwa tersebut dan berusaha menggali informasi sebanyak mungkin dari orang-orang itu untuk mengetahui seluk-beluk jaringan teroris internasional.
Sekalipun beberapa orang dari mereka bukan warga negara AS, namun karena dianggap merupakan bagian dari jaringan teroris internasional yang mengancam keselamatan AS maka Pemerintah AS menahan mereka di penjara khusus.
"Mereka ini orang-orang yang berbahaya," katanya.
Proses penahanan orang-orang tersebut, menurut Pascoe, juga dalam upaya untuk menghentikan aksi teror dan menghentikan kekhawatiran publik.
"Kami bisa saja menahan mereka selama beberapa waktu tapi lalu apa yang kemudian harus dilakukan setelah itu? Setelah mereka dibebaskan mereka dapat membunuh siapa saja," katanya.
Itulah sebabnya, lanjut dia, permasalahan tersebut sangat rumit prosesnya karena AS sudah berkomitmen memerangi terorisme.
Menurut Pascoe, pasca-penangkapan sejumlah orang yang diduga merupakan bagian dari jaringan teroris internasional sejumlah negara memang meminta akses ke warga negaranya, namun Pemerintah AS tidak dapat berbuat apa-apa.
Pascoe mengatakan, sesungguhnya masih terdapat misteri di balik peristiwa 11 September sehingga Pemerintah AS masih membutuhkan informasi dari orang-orang tersebut.
Akhir pekan lalu, Pemerintah Indonesia menyatakan akan mengupayakan akses konsuler kepada Hambali guna menjamin hak-hak dasar Hambali terpenuhi.
Menurut Juru Bicara Departemen Luar Negeri (Deplu) Desra Percaya, status para tahanan itu di AS masih dalam perdebatan dan jika ingin diajukan ke pengadilan militer juga masih memerlukan persetujuan konggres.
Pernyataan itu muncul setelah Presiden AS, George W. Bush, Rabu lalu untuk pertama kalinya mengumumkan 14 tersangka teroris yang menjadi otak serangan 11 September telah dipindahkan ke penjara Guantanamo di Kuba untuk diadili.
Bush juga menyebutkan nama Riduan Izzamuddin alias Hambali sebagai salah satu tersangka teroris otak pelaku sejumlah aksi peledakan bom di Indonesia yang tertangkap di Thailand tahun 2003 silam.
Pidato Bush ini juga dalam rangka membujuk Kongres AS agar menyetujui rencana mengadili tersangka teroris melalui pengadilan militer seperti yang dilakukan AS pasca Perang Dunia II. Namun rencana Bush ini ditolak Pengadilan Tinggi AS bulan Juni lalu karena dianggap melanggar undang-undang militer AS dan menyalahi peraturan internasional yang tertuang dalam Konvensi Jenewa.
© Copyright 2024, All Rights Reserved