Tim investigasi yang dibentuk Deputi Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah selesai melakukan peneluran atas bocornya dokumen draf surat perintah penyidikan (sprindik) atas nama Anas Urbaningrum. Tim menyimpulkan dokumen yang bocor ke media tersebut adalah dokumen asli yang diterbitkan KPK.
Kepada pers, Kamis 921/02), Juru Bicara KPK Johan Budi SP menyampaikan sejumlah temuan hasil penelusuran tim selama kurang lebih 2 pekan itu. “Ada beberapa rekomendasi dari tim. Hasil itu disampaikan tadi malam kepada pimpinan KPK dan semua pimpinan lengkap, ada penasehat juga hadir,” terang Johan.
Kesimpulan pertama, tim menduga, dokumen draf sprindik yang beredar melalui media tersebut merupakan dokumen asli yang diterbitkan KPK. “Hasil investigasi menyimpulkan dugaan kopi dokumen yang beredar itu milik KPK atau berasal dari KPK,” terang Johan.
Kesimpulan kedua, tim merekomendasikan kepada pimpinan KPK untuk membentuk Komite Etik menindaklanjuti temuan yang menunjukkan dokumen itu merupakan dokumen asli. Komite Etik ini, ujar Johan, akan menelusuri dugaan pelanggaran yang dilakukan unsur pimpinan KPK terkait bocornya draf sprindik ini. “Karena ini sudah dibentuk Komite Etik, maka penelusuran akan dilakukan secara menyeluruh, tidak sekadar pegawai, tetapi juga unsur pimpinan,” tambahnya.
Lebih jauh Johan mengatakan, pembentukan Komite Etik ini masih berupa rencana yang akan ditindaklanjuti lebih jauh. Pekan depan, KPK akan mengumumkan siapa saja anggota Komite Etik yang bertugas menelusuri indikasi pelanggaran kode etik KPK terkait draf sprindik tersebut.
Menurut Johan, anggota Komite Etik terdiri dari unsur pimpinan, unsur penasehat KPK, dan unsur eksternal. “Belum diputuskan anggotanya tapi yang pasti dari pihak eksternal akan lebih banyak,” tambah Johan.
Adapun unsur pimpinan KPK yang akan masuk dalam Komite Etik ini, katanya, adalah pimpinan yang dianggap tidak memiliki konflik kepentingan terkait draf sprindik Anas tersebut.
Sekedar catatan, KPK pernah membentuk Komite Etik yang berkaitan dengan penanganan kasus suap wisma atlet yang melibatkan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin. Saat itu, unsur pimpinan yang ikut dalam Komite Etik hanya Bibit Samad Rianto karena yang bersangkutan tidak disebut-sebut oleh Nazaruddin.
“Sejauh mana punishment kalau terbukti, ya ini justru dibentuk untuk melihat apakah beredarnya dokumen itu melihat adanya kesalahan yang dilakukan atau tidak. Kalau di tingkat pimpinan, Komite Etik yang akan memutuskan apakah ada pelanggaran atau tidak,” ungkapnya.
Sebelum ada hasil Komite Etik dan hasil ekspose, Johan meminta masyarakat untuk tidak mengaitkan isu yang berkembang dengan proses politik.
© Copyright 2024, All Rights Reserved