Bursa Efek Indonesia (BEI) mendorong perusahaan start-up untuk go public. Saat ini BEI, kembali menggodok aturan untuk mempermudah perusahaan rintisan masuk bursa saham.
Executive Vice President BEI Saptono Adi Junarso mengatakan, saat ini BEI sedang memproses perubahan regulasi. Aturan lama yang dirancang pada 2014 lalu memang belum mengantisipasi ledakan start-up.
BEI tengah merancang tiga alternatif persyaratan bagi start-up untuk melaksanakan initial public offering (IPO). Alternatif itu adalah net tangible asset (NTA), kapitalisasi pasar dan pendapatan. Jadi nanti perusahaan yang masih berkembang bisa IPO. Sebagaimana disyaratkan, NTA perusahaan yang akan IPO minimal harus Rp5 miliar.
"Boleh rugi asal memenuhi ketentuan lain, seperti harus berbentuk PT dan memiliki NTA," kata Sapto.
Direktur Utama BEI Tito Sulistio membenarkan perusahaan rugi boleh IPO, asalkan persyaratan administratif legal harus rapi. Selain itu, calon emiten harus menjabarkan rencana lima tahun ke depan. Dari rencana tersebut, dalam jangka waktu dua tahun harus sudah meraup laba.
Selain tiga alternatif tadi, BEI mengawal agar program maupun aset intelektual milik start-up bisa dikapitalisasi. Soal ini, membutuhkan lembaga khusus. BEI tengah berbicara dengan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI).
Tito belum bisa memprediksi jumlah perusahaan start-up yang akan masuk BEI pada tahun ini. Adapun dari empat unicorn start-up di Indonesia, tiga diantaranya telah melakukan pembicaraan terkait IPO dengan BEI. Mereka tengah berbenah.
"Ada beberapa dari mereka yang bilang akan untung selama tiga, empat, atau lima tahun lagi. Silahkan bicara ke kami," kata Tito.
Saat ini, unicorn Indonesia adalah Go-Jek, Tokopedia, Traveloka dan Bukalapak. Sementara Presiden Direktur PT Kresna Sekuritas Octavianus Budiyanto bilang, dua start-up dari afiliasinya akan go public pada Juli atau Agustus 2018. Mereka berencana menggunakan buku Januari untuk proses pengajuan IPO.
Sebelumnya, Kresna sudah mengantarkan PT M Cash Integrasi Tbk (MCAS) go public pada tahun lalu. MCAS adalah perusahaan digital service provider. Dua perusahaan yang akan menyusul MCAS bergerak di sektor yang sama dengan emiten ini. Salah satu di antaranya berencana menjual 20 persen saham ke publik.
© Copyright 2024, All Rights Reserved