Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) menolak kebijakan pengampunan pajak atau "tax amnesty". FITRA menolak kebijakan ini karena tax amnesty dianggap terlalu pro-konglomerat atau pengusaha.
Sebelumnya, Kamis malam (28/04), DPR dan pemerintah sepakat untuk membentuk panitia kerja dan melanjutkan proses pembahasan tax amnesty dalam masa sidang yang akan datang.
Koordinator Advokasi dan Investigasi FITRA Apung Widadi mengatakan, sesuai dengan asumsi yang disampaikan Menteri Keuangan Bambang PS Brodjonegoro, dana yang akan masuk langsung ke Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hanya Rp60 triliun atau maksimal Rp100 triliun.
Angka itu merupakan uang tebusan dari dana yang dideklarasikan yang ditaksir mencapai Rp5.000 triliun sampai Rp8.000 triliun.
“Saya pikir itu sangat rendah sekali. Kalau hanya Rp60 triliun itu tidak bisa menutupi defisit APBN yang sampai Rp273 triliun,” kata Apung, di Kantor Seknas FITRA, Jakarta, Jumat (29/04).
Apung mengatakan, ha; yang juga menjadi pertanyaan kemudian adalah apa yang diinginkan pemerintah dari pemberian pengampunan pajak. Apakah penerimaan negara yang langsung masuk ke APBN, ataukah dana-dana itu didorong untuk membiayai properti, manufaktur, dan sebagainya.
Menurut Apung, kedua tujuan tersebut berbeda kepentingannya. Apabila masuk ke APBN maka tax amnesty boleh jadi memang untuk menutup kekuarangan APBN.
Sebaliknya, apabila didorong untuk investasi, dia memandang tax amnesty condong pada kepentingan bisnis atau konglomerasi. “Nah garis antara kepentingan kepada konglomerat, pengusaha atau kemudian kepada negara dan masyarakat itu jelas, (menurut FITRA) bahwa lebih pro ke konglomerat,” kata Apung.
Apung mengatakan, terlalu rendahnya tarif uang tebusan juga menjadi landasan FITRA menolak tax amnesty. Tarif uang tebusan dianggap terlalu kecil apabila dibandingkan dengan tarif uang tebusan yang pernah dilakukan negara-negara lain.
“Kalau Obama jelas, dia ingin mengambil 30 persen. Karena dia ingin membiayai kebijakan sosial, pelayanan publik. Itu yang membedakan (dengan Indonesia). Dari beberapa poin itu saya melihat bahwa itu perlu ditolak,” pungkas Apung.
© Copyright 2024, All Rights Reserved