Intervensi Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam) yang mempertanyakan kebijakan larangan reklame rokok di Jakarta dikritik Koalisi Smoke Free Jakarta. Padahal larangan itu sudah diatur dalam Peraturan Gubernur Nomor 1 Tahun 2015 mengenai Larangan Reklame Rokok di Jakarta.
Menurut Koalisi Smoke Free Jakarta, kebijakan larangan reklame rokok itu adalah untuk melindungi masyarakat dari bahaya merokok dan secara khusus melindungi anak dan perempuan menjadi perokok pemula.
"Kok Kemenko Polhukam mengotak-atik kebijakan rokok di daerah. Apa ini sudah mengancam pertahanan nasional?" kata Koalisi Smoke Free Jakarta, Dollaris Riauaty Suhadi di Jakarta Pusat, Senin (13/04).
Koalisi menyampaikan sikap kritis karena melihat Kemenko Polhukam mengabaikan pemangku kepentingan terkait larangan reklame rokok dalam undangan pertemuan yang digelar Kemenko Polhukam.
“Salah satunya tidak diundangnya Kementerian Kesehatan dan Kementerian Prmbangunan Manusia dan Kebudayaan dalam rapat oleh Kemenko Polhukam, Selasa 14 April 2015,” kata Dollaris.
Padahal, ungkap Dollaris, reklame rokok akan membuat jumlah konsumen rokok di Jakarta meningkat. Misalnya pertumbuhan perokok anak-anak di tahun 2010 mencampai 30,8 persen. Sementara itu prevalensi penonton iklan rokok bagi anak anak sebanyak 93,23 persen.
Ada pun, pajak reklame rokok di Jakarta pada tahun 2010 tak terlalu besar. Yakni hanya berkisar 3 persen dari Pajak Daerah Jakarta keseluruhan, yakni Rp14 miliar dari Rp10 triliun. Sementara itu pajak reklame secara total pada tahun 2010 tercatat sebesar Rp251 miliar.
"Atas dasar itu mengapa harus mengorbankan remaja dan generasi muda. Jadi sudah benar Gubernur Ahok langsung tanpa ragu-ragu melarang penyelanggara reklame rokok," pungkas Dollaris.
© Copyright 2024, All Rights Reserved