Polemik yang terjadi di Partai Golongan Karya (Golkar) masih berlarut dan belum menunjukkan adanya solusi permanen yang dapat menyatukan kedua kubu yang berseteru. Ada anggapan, konflik ini sengaja dibuat dan didalangi untuk kepentingan politik tertentu.
Politisi Partai Golkar Popong Otje Djundjunan salah satu yang meyakini keadaan itu. Ia tidak heran kalau sampai saat ini masih ada pihak-pihak yang terus merongrong Golkar. Hal ini karena Golkar masih dianggap sebagai kekuatan politik yang besar dan ikut menentukan.
“Saya ini termasuk salah satu pendiri Golkar. Jadi saya sangat mengetahui, kalau keadaan ini memang ada dalangnya. Ada kelompok yang ingin Golkar sebagai salah satu partai tertua dan besar di Indonesia, hancur,” ujar perempuan yang akrab disapa Ceu Popong ini kepada politikindonesia.com di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (04/06).
Perempuan kelahiran Bandung, 30 Desember 1938 itu mengaku sangat paham dan mengerti siapa dalang dibalik semua kisruh ini. “Sebenarnya saya sangat mengerti dan tahu siapa dalangnya. Tapi saya tidak mau menyebutkannya sekarang. Jadi memang ada kekuatan yang membuat Golkar seperti sekarang ini, awut-awutan."
Ceu Popong mengatakan, upaya menghancurkan Golkar itu terjadi, karena partainya masih sangat diperhitungkan di kancah politik. Tak hanya nasional, Golkar juga memiliki banyak tokoh penting di daerah yang memiliki kekuasaan. Karena itu, Golkar harus dipecah belah. Tujuannya hanya satu, yaitu untuk mengambil kekuasaan yang selama ini dipegang Golkar.
“Konflik Golkar ini membuat saya teringat kembali akan sejarah pendirian Golkar oleh TNI Angkatan Darat. Saat itu, TNI AD ingin membentengi Pancasila dari kekuatan Partai Komunis Indonesia (PKI).”
Anggota Komisi X DPR ini bercerita, saat Golkar terbentuk, PKI sedang kuat-kuatnya. PKI saat itu secara terang-terangan ingin mengganti Negara Pancasila menjadi negara komunis. “Hal itu, tak beda jauh dengan konflik Golkar yang terjadi saat ini," tegas anggota DPR tertua ini.
Perempuan berusia 76 tahun ini berpandangan, konflik yang terjadi pada partainya terlalu dibesar-besarkan. Selalin itu, konflik ini juga dimanfaatkan untuk mengalihkan isu-isu politik tertentu.
Kepada Elva Setyaningrum, lulusan UPI Bandung 1982 ini menjelaskan pandangannya terhadap konflik yang terjadi di tubuh Golkar. Ia juga menegaskan tentang sikapnya yang tidak berpihak baik ke kubu Munas Bali atau kubu Munas Ancol. Berikut petikan wawancaranya.
Apa akar persoalan yang menyebabkan konflik terjadi di Partai Golkar?
Konflik ini terjadi karena elit-elit Golkar telah melupakan amanat dari para pendiri partai. Seharusnya mereka ingat. Tujuan didirikannya Golkar adalah untuk memperjuangkan kesejahteraan rakyat. Oleh sebab itu, setiap kader Golkar di seluruh tingkatan tidak boleh memiliki kepentingan lain selain mensejahterakan rakyat.
Saya sebagai salah satu pendiri Golkar di daerah merasa apapun yang terjadi sekarang ini, sudah nyata keluar dari motivasi, dari tujuan para pendiri Golkar, termasuk almarhum suami saya.
Anda sebut konflik Golkar ini didalangi, seberapa yakin?
Saya sangat yakin. Saya adalah salah satu pendiri Golkar. Jadi saya tahu kalau orang-orang yang ingin membuat Golkar hancur masuk melalui oknum-oknum di dalam internal Golkar sendiri. Saya pun tidak akan menyebutkan orang dalam itu siapa.
Apa mereka akan berhasil menghancurkan Golkar?
Meski mereka telah berhasil menciptakan kisruh di tubuh Golkar, tapi saya menilai keberhasilan mereka tidak akan sampai 100 persen. Sebab, kini di internal Golkar sudah banyak yang sadar kalau Golkar sedang menuju kehancuran dan awut-awutan. Golkar harus diselamatkan.
Hikmah apa yang anda petik dari kisruh Golkar ini?
Justru saya bangga sudah menjadi bagian dari partai berlambang pohon beringin ini. Dengan adanya oknum yang ingin memecah belah partai ini, berarti Golkar adalah partai yang memiliki nilai tinggi dalam perpolitikan nasional. Selain itu, Golkar juga masih diperhitungkan sebagai partai besar sehingga harus diganggu, dilemahkan dan kalau bisa dihancurkan. Jadi perebutan partai ini menandakan bahwa Golkar masih diminati banyak pihak. Ada kubu Pak Aburizal Bakrie, ada kubu Pak Agung Laksono dan ada pemerintah. Berarti, Golkar hebat.
Anda sebenarnya memihak kubu yang mana?
Bagi saya, tidak ada kubu-kubuan. Golkar yang sekarang ini tidak ada kubu Munas Bali atau kubu munas Ancol. Golkar yang ada sekarang adalah Golkar hasil Munas Pekanbaru Riau, tahun 2009. Itu sesuai putusan pengadilan.
Kebetulan, saat itu ketua umumnya masih dijabat oleh Aburizal Bakrie dan Sekjennya juga masih orang yang sama, yaitu Idrus Marham dan wakil ketua umumnya antara lain Agung Laksono.
Jadi, saya akan tetap mendukung yang terbaik untuk Golkar yang sampai saat ini masih mengalami konflik dualisme.
Saya hanya akan berpegang pada keputusan pengadilan, yakni keputusan sela Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan Pengadilan Negeri Jakarta Utara yang menetapkan bahwa kepengurusan Golkar berstatus quo. Sebelum ada putusan yang inkrah, kepengurusan yang diakui adalah hasil Munas Riau.
Benarkah, konflik Golkar dimanfaatkan untuk pengalihan isu?
Menurut saya begitu. Konflik Golkar saat ini dimanfaatkan oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab sebagai pengalihan dari isu-isu nasional yang terjadi saat ini.
Tujuannya, tidak lain dan tidak bukan, supaya orang lupa sama kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Orang lupa dengan harga cabe, beras plastik, rupiah yang melemah dan ekonomi yang melambat. Masyarakat dibuat lupa dengan masalahnya sendiri dan hanya menonton para politisi Golkar ribut di televisi.
Sepertinya, rakyat senang melihat partai Golkar bertengkar, apalagi saat ini menjelang Pilkada. Jadi pemerintah paling diuntungkan dengan konflik internal Golkar. Sebab bisa dijadikan pengalihan isu dari sejumlah persoalan ekonomi yang dihadapi rakyat. Tapi saya yakini Golkar adalah partai yang kuat, jadi tidak mungkin runtuh.
Apa harapan Anda bagi Golkar ke depannya?
Saya berharap konflik yang terjadi di Golkar saat ini tidak sampai membuat visi dan misi Golkar jadi melenceng. Selama ini, sebagai kader, saya berpegang pada AD/ART dan cita-cita pendiri Golkar. Saya berharap semua kader Golkar untuk melakukan hal yang sama. Kalau ada kader yang tidak taat aturan dan lupa amanah, berarti ada kepentingan dan itu pasti bukan untuk rakyat.
© Copyright 2024, All Rights Reserved