Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Setya Novanto mengakui pernah mengajak pengusaha minyak Reza Chalid bertemu dengan Presdir Freeport Indonesia, Maroef Sjamsoeddin. Meski demikian, Setya membantah mencatut nama Presiden dan Wapres terkait renegoisasi kontrak Freeport.
Kepada pers, Selasa (17/11), politisi Golkar ini berbicara secara rinci isi pertemuan yang dilakukan beberapa kali itu.
"Untuk memakai nama Presiden, saya meyakini bahwa saya tidak pernah pakai nama Presiden karena saya berhubungan selama ini secara baik, sesuai tugas masing-masing dan selalu menjaga martabat kedua belah pihak," ujar Setya.
Setya mengatakan, akan menghormati proses di MKD. Memang saat ini MKD sedang memproses laporan Menteri ESDM Sudirman Said terkait pertemuannya dengan bos Freeport dan pengusaha Reza Chalid yang diduga melibatkan pencatutan nama Presiden dan Wapres.
"MKD garda terdepan kita. Betul-betul tonggak untuk bisa angkat kewibawaan DPR. Kita harapkan semua yang dilakukan oleh MKD harus bersama-sama mematuhi dengan baik. Kita lihat prosesnya, yang penting substansinya apa," ujar dia.
Terkait pertemuan dengan Presdir Freeport, ia menyebut, CEO dari Freeport pernah datang ke tempat saya, selama kurang lebih 2 jam, menyampaikan masalah-masalah yang berkaitan dengan program-program Freeport.
“Pengembangan Freeport, mengenai hal-hal apa yang sudah dilakukan Freeport dan beri buku-buku tentang Freeport dan meminta tolong dan dukungan perpanjangan izin pertambangan Freeport Indonesia dapat diperpanjang," ujar Setya.
Setya merincikan, pertemuan itu terjadi pada 27 April 2015 pukul 14.00 WIB di kantornya. “Tentu karena ini, saya sampaikan ini merupakan wewenang eksekutif Presiden, kami akan sampaikan apa-apa yang diharapkan oleh Freeport," ujar Setya.
Setelah pertemuan itu, ada pula pertemuan yang disebut sebagai pertemuan ketiga oleh Menteri ESDM Sudirman Said. Pertemuan ini, kata Setya, diinisiasi oleh pihak Freeport.
"Ya ada. Inisiatif mereka. Ada penjelasan dari sana. Mereka menjelaskan berapa tenaga kerja, bagaimana komposisi, kontribusi ke pemerintah. Tapi tentu saya sudah mulai hati-hati dalam menyampaikan kepada beliau. Saya melihat ada beberapa hal yang saya sangat hati-hati. Baru terakhir ada pertemuan lagi. Tanggal 8 Juni Ritz-Carlton pukul 16.00 WIB," ujar dia.
Setya mengaku, menjelang pertemuan dirinya sudah punya firasat untuk hati-hati. "Pertama-tama, saya sudah ada feeling bahwa saya harus hati-hati. Saya disarankan teman saya untuk bisa lihat ini dengan jernih.”
Itulah alasannya mengajak pengusaha Reza Chalid ikut dalam pertemuan itu, Setya menyebut, Reza mempunyai kecurigaan kepada Maroef.
"Saya memang ajak karena Pak Reza punya pemikiran sangat curiga kepada CEO (Presdir PTFI -red) yang begitu intens, pada keinginan CEO itu, karena pertemuan itu hal biasa, bukan serius," ujar dia.
Dijelaskannya, Reza ingin agar Freeport tak sampai merugikan. "Pengusaha ini, dia mempunyai, yang saya diminta hati-hati karena sudah mulai ada rasa, yang jangan sampai merugikan. Kehati-hatian ini membuat saya jadi lebih berhati-hati dalam mengadakan pembicaraan.”
Tentang apa yang menjadi dasar ketidak percayaan itu, Setya enggan menjelaskan. “Pengusaha ini ingin... tanya saja ke pengusaha ini. Dia punya tendensi tidak percaya dengan CEO-nya. Santai tapi penuh kecurigaan yang sangat tinggi," ujar dia.
Kepada Presdir Freeport itu, Setya menyampaikan bahwa dia ingin mengetahui masalah seputar Freeport. "Apalagi, perusahaan Freeport ini, multinasional, harus ekstra hati-hati, dari sisi mana yang mana pemerintah bisa bantu karena akhirnya DPR yang menyetujui," katanya.
Setya menampik dirinya meminta saham Freeport. "Masalah permintaan saham, saya sudah sampaikan, saya tahu ada kode etik antara Indonesia dengan perusahaan Amerika Serikat di seluruh dunia. Perusahaan di seluruh dunia khususnya Amerika, harus perhatikan foreign corruption practice act, FCPA. Kalau hal-hal yang berkaitan apakah sifatnya pembelian saham, menyangkut perusahaan itu, ada di dalam situ," ujarnya.
"Bahkan segala baik yang dikeluarkan, harus dipertanggungjawabkan secara clear. Apalagi saham, itu proses yang besar dan tinggi dan harus dikontrol stock exchange di New York, tidak mungkin saya meminta saham. Sesuatu yang tidak mungkin," imbuhnya.
Novanto mengaku prihatin melihat isu yang berkembang saat ini. Ia merasa punya tanggung jawab besar untuk menjaga nama baik DPR.
"Saya cukup prihatin dengan isu-isu yang berkembang bahwa saya mencatut nama Presiden dan Wapres lalu minta saham, saya harus jaga nama baik dan reputasi saya sebagai Ketua DPR. Ketua DPR harus hati-hati dalam menjalankan tugas seperti ini, jaga marwah DPR," pungkasnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved