Seiring dengan meningkatnya pembangunan pertanian dan ketahanan pangan di Indonesia, berbagai terobosan telah membawa dampak signifikan terhadap pemenuhan kebutuhan pangan dan kesejahteraan. Terbukti, Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementerian Pertanian (Kementan) berhasil meningkatkan peta ketahanan pangan. Untuk daerah rawan pangan, strateginya melalui penerapan Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) dan Kawasan Mandiri Pangan (KMP).
Kepala BKP Kementan Agung Hendriadi mengatakan, dari 335 kabupaten yang digarap sejak tahun 2015, pihaknya telah meningkatkan status ketahanan pangan di 177 kabupaten. Adapun kabupaten rentan pangan yang naik peringkat dalam periode 4 tahun itu, sebanyak 75 kabupaten. Kemudian, kabupaten tahan pangan yang naik peringkat sebanyak 102 kabupaten.
“Tugas kami adalah mendorong agar masyarakat setempat dapat menyediakan pangan sendiri. Tentunya, pangan itu harus yang beragam, bergizi dan seimbang. Apalagi, keluarga miskin sangat rentan terhadap kerawanan pangan. Karena pengeluaran terbesar dalam rumah tangga adalah untuk mencukupi kebutuhan pangan,” katanya kepada politikindonesia.com pada acara 4 Tahun Kinerja BKP, di Kantor Kementan, Jakarta, akhir pekan lalu.
Dia menjelaskan untuk mendorong masyarakat menyediakan pangan sendiri, pihaknya melakukan peningkatan melalui produksi pangan lokal setempat. Tentunya, pangan lokal itu yang sesuai dengan komoditas unggulan daerah masing-masing.
“Saat ini terdapat 97 KMP yang tersebar di 23 provinsi, 76 kabupaten, 78 kecamatan, 408 desa dan menjaring 428 kelompok. Khusus untuk KMP tahun 2018 bertujuan untuk memberdayakan masyarakat miskin melalui padat karya. Selain itu juga menurunkan angka stunting di wilayah rentan rawan pangan,” ungkapnya.
Menurut Agung, dari kegiatan KMP, masyarakat sudah bisa merasakan manfaatnya. Apalagi, setiap tahun anggaran kelompok terus meningkat, sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan per kelompok wilayah.
“Anggaran yang diberikan dalam bentuk bantuan awal pemerintah digunakan sebagai modal awam. Selanjutnya, dikembangkan dan digunakan untuk perluasan usaha produktif,” imbuhnya.
Selain melalui konsep kawasan, lanjut Agung, pihaknya juga menerapkan KRPL dengan merekrut kelompok perempuan dalam memanfaatkan pekarangan rumah sebagai lahan budidaya perkebunan. Tujuannya untuk memenuhi kebutuhan pangan dan gizi keluarga serta meningkatkan pendapatan.
“Melalui kegiatan ini masyarakat kelompok wanita diajak untuk memanfaatkan pekarangannya dengan melakukan kegiatan budidaya sumber karbohidrat, protein dan vitamin. Selain dapat memenuhi kebutuhan pangannya, juga meningkatkan pendapatan yang secara tidak langsung juga akan memperbaiki kesejahteraannya,” tutur Agung.
Diungkapkan, melalui KRPL para ibu rumah tangga yang masuk dalam kwt bisa mengurangi pengeluaran belanja bahan pangan antara 750 ribu hingga 1.5 juta per bulan. Kegiatan KRPL ini juga merupakan bentuk intervensi sensitive untuk penurunan stunting yang kegiatannya berpotensi untuk dieskalasi.
“Sejak tahun 2015 sampai dengan tahun 2018, kami telah melaksanakan kegiatan ini di 8.814 KRPL/kelompok wanita dan sudah menyentuh 264.420 rumah tangga. Jika dalam satu rumah tangga ada 4 jiwa maka kegiatan KRPL sudah menyentuh sekitar 1.057.680 jiwa atau 0,5 persen dari total penduduk Indonesia,” jelasnya.
Agung mengakui, KRPL dan KMP telah berkontribusi terhadap penurunan kerentanan pangan wilayah. Hal ini bisa dilihat dari perkembangan Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan (Food Security and Vulnerability Atlas/FSVA). Disebutkan, pada 2018 terdapat 81 kabupaten rentan rawan pangan. Daerah rentan rawan pangan ini ditandai dengan tingginya rasio konsumsi normatif terhadap ketersediaan pangan, tingginya balita stunting dan tingginya persentase penduduk miskin.
“Saat ini kita sudah memiliki instrumen untuk memetakan daerah yang rentan terhadap kerawanan pangan, yakni menggunakan FSVA yang datanya diperbaharui setiap periode tertentu. FSVA merupakan peta tematik yang menggambarkan visualisasi geografis dari hasil analisa data indikator yang komprehensif tentang kerentanan terhadap kerawanan pangan. Sehingga dapat diketahui di mana daerah yang rentan terhadap kerawanan pangan serta mengapa daerah tersebut rentan terhadap kerawanan pangan,” tutup Agung.
© Copyright 2024, All Rights Reserved