PT Bank Central Asia (BCA) Tbk menyatakan, keberatan pajak yang mereka ajukan pada tahun 2002, memang layak diterima oleh Ditjen Pajak. Terhadap kasus yang menimpa mantan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Hadi Poernomo terkait keberatan itu, BCA menyerahkan pada proses hukum yang berlangsung.
Hal tersebut disampaikan Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja dalam konferensi pers, Selasa (22/04), terkait mencuatnya kembali masalah keberatan pajaknya paska penetapan Hadi Poernomo sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Proses yang BCA tempuh sebagai wajib pajak telah melakukan kewajiban sesuai peraturan perpajakan yang berlaku. BCA tak langgar undang-undang. Dan saat itu tidak ada kejanggalan," ujar Jahja.
Jahja menjelaskan pada 2002, BCA menjadi perusahaan terbuka dan mendapat tax clear. Saat itu, BCA mendapat 2 instruksi dari Menteri Keuangan dan Bank Indonesia. Menkeu mengatakan kepemilikan pemerintah masih 92.8 persen.”Kita jalankan instruksi keduanya pada saat itu untuk memindahkan kredit macet ke BPPN. Sesuai instruksi," ujar Jahja.
Ditjen pajak memang melihat hal tersebut sebagai penghapusan pajak. Namun BCA mengatakan hal tersebut berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) dari Menkeu dan Gubernur BI, dan disana memang ada pengalihan aset.
“Kita merasa benar saat itu. Pada 2002, saat ada koreksi pajak kita keberatan, kita ajukan keberatan itu ke LPO. Selama pemeriksaan keberatan itu dilakukan tax consultant kita melalui korespondensi. Sampai dengan 2003 kerugian itu bisa dipakai sampai 5 tahun sesudah itu hangus”.
Jahja menjelaskan BCA masih memiliki tax carry forward sekitar Rp7,81 triliun dan itu hangus. “Berdasarkan hal tersebut kami melaporkan tentang permasalahan yang ada dan alasan mengapa kami keberatan," jelas dia.
"Angka yang dipermasalahkan Rp 5,7 triliun itu adalah piutang macet dan direstruktur dan nilai jaminan ke BPPN nilai nihil sesuai SKB Menkeu dan Gubernur BI. Itu yang jadi permasalahan. Karena itu sudah dijual dan dialihkan ke BPPN jadi tidak ada lagi pajak. Itu bagian dari pemerintah jadi tidak kena pajak, tidak ada yang masuk ke BCA," tambah Jahja.
Saat itu BCA menggunakan konsultan pajak Hari Mulyanto yang bukan pegawai di Dirjen Pajak. Saat pembayaran pajak 2003 BCA merasa tidak ada kejanggalan.
Dirut BCA itu mengatakan, ranah hukum yang tengah berproses saat ini bukan lagi kewenangan BCA untuk memberi penjelasan. "Penetapan Hadi Purnomo, kita tidak komentar. Hanya proses keberatan, maksudnya perpajakan. Kami nilai cukup kuat," ujar Jahja.
Dalam kasus ini, KPK telah menjerat ketua BPK Hadi Poernomo sebagai tersangka. Hadi diduga telah menyalahgunakan wewenang dengan mengubah hasil telaah terkait penolakan keberatan pajak non-perfomance loan (NPL) senilai Rp5,7 triliun oleh BCA saat menjabat sebagai Dirjen Pajak.
Direktur PPh sebenarnya menolak permohonan keberatan BCA, tetapi Hadi justru meminta agar permohonan itu diubah dengan menerimanya. KPK menilai negara menelan kerugian keuangan yang ditaksir mencapai Rp375 miliar.
© Copyright 2024, All Rights Reserved