Menteri Perdagangan (Mendag) Gita Wirjawan melakukan inspeksi mendadak (Sidak) ke pusat pertokoan elektronik ITC Roxy Mas di Jakarta, Rabu (08/05). Kunjungan Gita kali ini dalam rangka pengawasan barang elektronik impor, seperti smartphone, laptop, tablet dan gadget ilegal lainnya yang disinyalir beredar di pasaran di Indonesia.
Dalam sidak kali ini, Mendag sempat menyambangi beberapa kios di lantai 1 dan 2 pusat elektronik tersebut. Dalam sidak tersebut 2 kali Mendag menemukan toko yang sudah menjual BlackBerry Z10 yang tidak memenuhi ketentuan Undang Undang (UU) Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 2009.
“Indikasi awal terlihat dari buku panduan yang bertuliskan 2005. Padahal BlackBerry Z10 adalah produk dari Research in Motion (RIM) yang diluncurkan tahun 2013. Kartu garansi itu, bukan kadaluarsa lagi tapi tidak benar itu namanya," ujar Gita kepada politikindonesia.com di sela-sela Sidak.
Dijelaskan, atas penemuan barang tersebut, pihaknya mengancam memberi sanksi untuk distributor maupun pengecer yang nekat menjual ponsel tanpa buku manual, garansi, dan surat-surat lengkap. Karena produk-produk ilegal tersebut merugikan negara.
Dikemukakan Gita, sepanjang tahun 2012, negara telah dirugikan sebesar US$600 juta dari impor ilegal produik elektronik. Nilai impor produk ponsel ke Indonesia pada tahun 2012 mencapai US$2miliar.
"Tenyata banyak sekali barang selundupan yang beredar. Di antaranya, kami menemukan kartu garansi yang tidak sesuai dengan produk tersebut. Para importir ponsel tersebut akan kami proses secara hukum. Kalau dibiarkan terus akan selain merugikan negara, penyelundupan ponsel ini juga akan merugikan masyarakat," tegasnya.
Gita mengakui, peredaran ponsel ilegal di Indonesia tidak bisa hanya menggunakan pendekatan pidana dan penyitaan. Penilaiannya, pengembangan industri dalam negeri merupakan strategi yang lebih jitu. Sehingga, maraknya barang elektronik ilegal tersebut tidak lepas dari tingkat konsumsi masyarakat yang tinggi.
"Karena pasokan dari dalam negeri tak mampu memenuhi kebutuhan, akhirnya sebagian pengusaha mendatangkan produk ilegal tanpa surat-surat. Konsumsi (produk elektronik) besar, tapi konsumsi ini tidak diisi dengan produk buatan dalam negeri, akhirnya justru mengonsumsi barang ilegal," tuturnya.
Untuk membangkitkan geliat produksi ponsel dalam negeri, Gita menilai investasi pabrik perakitan asal Taiwan, Foxconn sangat strategis. Ekspansi perakit produk-produk Apple Inc itu diprediksi menurunkan harga jual produk di Indonesia. Jika terlaksana, nilai investasi Foxconn diperkirakan mencapai USD10 miliar.
"Sebetulnya Foxconn sudah ingin membangun pabrik sejak tahun 2012 lalu. Namun, baru tahun ini kita bisa membangun pabrik Foxconn di Indonesia sebagai konsekuensi untuk meningkatkan nilai investasi. Salah satunya sudah dilakukan oleh Foxconn yang sudah menjalin kerja sama dengan perusahaan lokal di Pulau Jawa, yaitu Erajaya," ucapnya.
Selain Foxconn, pihaknya berharap produsen ponsel lokal mendapat dukungan pemerintah. Caranya melalui skema bantuan pendanaan bagi pengusaha dalam negeri yang berniat membangun pabrik di Indonesia. Untuk mendukung produksi ponsel dalam negeri tentu perlu pendanaan dan sosialisasi dan memberikan peluang-peluang bisnis.
"Yang pasti semangat industrialisasi harus dikedepankan, jangan hanya diisi dengan barang impor. Masyarakat harus lebih memilih produk-produk dalam negeri dibandingkan membeli produk luar yang masuk secara ilegal. Karena konsumsi produk-produk telekomunikasi masyarakat Indonesia besar sekali dan merupakan peluang besar bagi para wirausahawan lokal di bidang teknologi komunikasi untuk membuat produk-produk yang mampu bersaing dengan produk luar," ungkapnya.
Sementara itu, Direktur Jenderal (Dirjen) Perdagangan Luar Negeri Bachrul Chairi menambahkan impor ponsel di Indonesia tergolong tinggi. Tahun lalu, KSO Sucofindo Surveyor mencatat impor ponsel Indonesia mencapai 52,35 juta unit atau naik sekitar 16 persen dibanding 2011 saat jumlahnya 45,17 juta unit. Jumlah tersebut tampaknya meningkat tahun ini sebab Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat impor telepon seluler mencapai Rp6,1 triliun hanya pada 3 bulan pertama. "Untuk mencegah masuknya barang selundupan, kami perlu bekerja sama dengan instansi lain, seperti Bea Cukai," tegasnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved