Aturan ambang batas calon presiden (presidential threshold) yang tertuang dalam Pasal 222 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 memiliki unsur kapitalisasi pemilu. Ambang batas yang diatur sebesar 20 persen disebutnya menggugurkan moralitas demokrasi.
Pendapat itu disampaikan mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) KPK Busyro Muqoddas saat menjadi pembicara diskusi publik “Hapus Ambang Batas Nyapres; Darurat Demokrasi, Darurat Konstitusi”, di Pusat Dakwah Muhammadiyah, Jakarta Pusat, Selasa (31/07).
“Pasal 222 itu ada unsur kapitalisasi pemilu dengan persentase 20 persen yang itu menggugurkan moralitas demokrasi yang menjadi sendi dari negara hukum," ujar Busyro.
Busyro merupakan salah satu dari aktivis, akademisi, pegiat demokrasi yang mengajukan gugatan uji materi ke Mahkamah Konstitusi terkait pasal ambang batas capres tersebut.
Lebih lanjut, Busyro mengatakan, negara hukum memiliki dua sendi. Pertama, demokrasi dan kedua human rights. “Nah dengan 20 persen itu, demokrasi dibom," ujar dia.
Busyro berpendapat, UU tentang Pemilu seharusnya memiliki muatan moralitas yang mencerminkan pemberdaulatan pemilu. Namun, sayangnya pasal ambang batas itu tidak memiliki moralitas konstitusi dan moralitas demokrasi.
“Beberapa argumen yang kami ajukan ke MK menunjukkan hal itu. Karena ada indikasi yang semakin kuat, tidak ada pemberdaulatan pemilu, terbukti dari setidaknya dari pasal yang kami ajukan tersebut," ujarnya.
Mantan Ketua KOmisi Yudisial tersebut mengkritik tidak ada proses yang konsisten untuk menghormati moralitas konstitusionalisme yang merupakan pilar dan pedoman filosofis ideologis negara kita.
© Copyright 2024, All Rights Reserved