Di luar 168 orang calon jemaah haji asal Indonesia yang telah dipulangkan dari Filipina, ternyata ada 500 hingga 700 orang WNI yang lolos berangkat haji melalui negara itu. Presiden Rodrigo Duterte bersedia membantu Indonesia terkait pemulangan jemaah yang kini masih menjalankan ibadah haji tersebut. Tapi, Filipina meminta Indonesia memberi pertimbangan terhadap rencana eksekusi terpidana mati asal Filipina, Mary Jane Fiesta Veloso.
“Saya mendapat info dari Ibu Menlu, pembicaraan Bapak Presiden dengan Presiden Duterte, menyetujui bahwa mereka tidak perlu diarahkan pada Filipina, nanti akan diarahkan langsung ke mari," ungkap Menkum HAM Yasonna Laoly kepada pers di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (07/09).
Kemenkum HAM bersama Kemenlu juga berkoordinasi dengan Kemenag untuk melacak keberadaan 700 WNI yang kin memegang paspor Filipina dan tengah melaksanakan haji itu. Termasuk bersama dengan pihak imigrasi Filipina karena ratusan jemaah haji Indonesia memiliki 2 paspor, yaitu Paspor RI dan Paspor Filipina.
“Bukan gampang mencari, warga kita aja ratusan ribu di sana lalu mencari yang 500-700 itu. Ya sesudah haji, sesudah tanggal 12 September. Kita kerjasamakan saja," ujar Yasonna.
Para WNI yang beribadah haji menggunakan kuota Filipina itu dianggap sebagai korban terkait kasus humman trafficking. Berbeda dengan kasus Arcandra Tahar, mereka tidak kehilangan status WNI-nya karena tidak pernah mengucap sumpah untuk menjadi WN Filipina.
Paspor Filipina milik para WNI ini ada hanya karena kepentingan berangkat haji. Saat ini pemerintah Indonesia masih terus melakukan komunikasi dengan Filipina sebab perbuatan para WNI itu sebenarnya bisa dikenakan pidana.
“Seharusnya itu tindak pidana di Filipina, karena pemalsuan identitas, tapi karena hubungan baik kita (dengan Filipina), kita kerja sama," aku Yasonna.
Akan tetapi dibalik cerita itu, Yasonna juga menyinggung soal Mary Jane yang sudah ditetapkan sebagai terpidana mati oleh Indonesia terkait kasus narkoba meski Filipina menganggap TKW itu merupakan korban perdagangan manusia.
"Soal Mary Jane nanti kita lihatlah, memang dia juga dalam perkara yang ada di Filipina, kita bantu kok. Jaksa agung, duta besar mereka meminta interview dengan Mary Jane kita bantu," terangnya.
“Jadi kalau memang terbukti dia adalah korban human trafficking oleh hukum Filipina nanti ya tentu kita pertimbangkan, pastilah Presiden memberi pertimbangan," ujar Yasonna.
Meski kedua kasus ini dibahas bersamaan. Yasonna menampik isu tukar menukar penyelesaian kasus antara perkara jemaah haji WNI yang berangkat dari Filipina dan kasus terpidana mati Mary Jane Fiesta Veloso yang terancam dieksekusi di Indonesia.
“Bukan barter lah. Sejak dulu sebelum ada case ini (kasus haji), mereka (Filipina) sudah minta itu (Marry Jane)," elak Yasonna.
Sementara itu, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah minta pemerintah hati-hati dengan tawaran Filipina yang akan membebaskan 700 WNI yang berhaji melalui Dilipina dibarter dengan terpidana mati Mary Jane.
“Ya dipertimbangkan saja secara matang," kata Fahri kepada pers di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (08/09).
Dikatakannya, pertama-tama harus dipikirkan pemerintah adalah, apakah sepadan pertukaran ratusan WNI pemegang paspor palsu Filipina itu dengan terpidana mati kasus narkoba.
Selain itu, bagaimanapun oknum dari Filipina juga terlibat dalam kasus itu. “Tidak mungkin jemaah Indonesia mendapatkan paspor itu tanpa bantuan dari oknum di Filipina. Maka apakah 700 tahanan setara dengan satu nyawa, nah itu dibandingkan," ujarnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved