Krisis pangan dunia diperkirakan akan berlanjut pada tahun 2011 ini. Krisis pangan ini mirip seperti kondisi pada 2008, namun dengan stok pangan yang lebih baik dibanding saat itu. Krisis ini akan memicu peningkatan harga pangan yang relatif tinggi. Hal ini harus diwaspadai karena memiliki dampak beragam pada setiap negara.
Peringatan akan adanya krisis pangan tersebut disampaikan oleh World Bank. Direktur Prospek Pembangunan Bank Dunia, Hans Timmer dalam acara Prospek Ekonomi Global 2011 di Jakarta, Kamis (13/01).
World Bank memprediksi, peningkatan harga makanan pokok yang mencapai dua digit pada beberapa bulan terakhir akan lebih menekan rumah tangga berpenghasilan rendah yang dibebani dengan kemiskinan dan malnutrisi.
Dikatakan Timmer, meningkatnya harga komoditas didorong oleh pulihnya perekonomian dunia dan depresiasi nilai tukar dolar AS. “Dampaknya ke komoditas, seperti harga minyak dunia yang meningkat," katanya.
World Bank memperkirakan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) global akan melambat. Dari pertumbuhan 3,9 persen pada 2010 akan menjadi 3,3 persen tahun ini. Namun, PDB kembali meningkat menjadi 3,6 persen pada 2012.
Meski melambat, perekonomian dunia beralih dari fase pemulihan paska krisis menuju pertumbuhan yang kuat.
Timmer menegaskan, lebih dari separuh pertumbuhan global berasal dari negara berkembang. Pertumbuhan negara berkembang akan terus melampaui negara-negara berpenghasilan tinggi yang diperkirakan tumbuh 2,3 persen pada 2011. “Negara-negara berkembang diharapkan tumbuh 7 persen pada tahun lalu. Selanjutnya 6 persen di 2011, dan 6,2 persen selama 2012."
Timmer memprediksi negara berpenghasilan tinggi tumbuh 2,8 persen di 2010. Selanjutnya, pertumbuhan di negara penghasilan tinggi itu akan mencapai 2,3 persen pada 2011 dan 2,7 persen selama 2012.
Dikatakannya pula, arus modal ke negara-negara berkembang meningkat tajam pada 2010 yaitu sebesar 42 dan 30 persen. Investasi asing yang sempat mengalami penurunan 40 persen pada 2009 meningkat 15 persen pada 2010 atau mencapai US$410 miliar.
“Peningkatan dari arus modal internasional memperkuat pemulihan di kebanyakan negara berkembang. Namun, arus yang berlebihan berisiko dan mengancam jika nilai mata uang meningkat tiba-tiba atau penggelembungan aset muncul.”
© Copyright 2024, All Rights Reserved