Perang melawan mafia hutan tidak cukup hanya dengan memberantas penebangan liar. Banyak faktor lain dari kegiatan pengolahan produk hasil hutan yang merugikan keuangan negara, termasuk yang legal sekalipun.
Demikian tanggapan Koalisi Anti Mafia Hukum atas perintah Presiden SBY kepada Satgas Pemberantasan Mafia Hukum untuk segera mengatasi mafia kehutanan. Pernyataan disampaikan dalam keterangan pers di Jakarta. "Harus secara menyeluruh, karena yang merugikan sektor kehutanan kita bukan hanya yang ilegal logging saja, tapi juga dari yang legal", kata Muhammad Teguh Surya, Kepala Kampanye WALHI.
Menurut Teguh Surya, ada beberapa hal yang harus pemerintah lakukan untuk menangani mafia kehutanan. Diantaranya adalah menambah ketentuan hukum yang digunakan untuk menjerat mereka. "Tidak bisa hanya dijerat dengan UU Kehutanan, tapi perlu juga dijerat dengan UU Anti Korupsi dan UU Pencucian Uang," kata Teguh.
Selain itu, pemerintah harus menghentikan pemberian izin baru untuk usaha penebangan hutan. Sembari meninjau ulang izin-izin lama yang sudah pernah diterbitkan serta membuka kembali kasus-kasus kehutanan yang proses hukumnya dihentikan. "Kami akan datang ke satgas untuk melaporkan hal ini, sekaligus kami ingin melihat kesungguhan pemerintah. Kami harap pemerintah tak basa-basi melawan mafia hutan," tandas Teguh.
Memang, harus diakui, antara mafia hutan dan mafia peradilan memiliki satu hubungan yang erat. Buktinya, sejumlah lembaga peduli lingkungan di Kalimantan Barat menduga terdapat mafia peradilan dalam kasus pembalakan liar di provinsi itu sehingga banyak terdakwa yang akhirnya dinyatakan bebas. "Meski kasus kejahatan kehutanan tergolong luar biasa, namun belum ada penanganan kasus yang menciptakan efek jera dan memenuhi rasa keadilan masyarakat Kalbar," kata Direktur Yayasan Titian Yuyun Kurniawan di Pontianak, Rabu (21/04).
Menurut dia, pernyataan Presiden Yudhoyono agar Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum mengkaji indikasi mafia hukum dalam penanganan kasus kejahatan kehutanan di Indonesia menjadi momentum untuk Kalbar. Ia mengatakan, perlu ditinjau kembali terhadap berbagai putusan yang "aneh" di bidang kejahatan kehutanan di Kalbar.
Yuyun Kurniawan mengungkapkan, Yayasan Titian, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia dan Lembaga Pengkajian dan Studi Arus Informasi Regional (LPS-AIR) Kalbar akan mengumpulkan data mengenai dugaan mafia hukum tersebut. "Sekarang kami tengah berkomunikasi dengan jaringan nasional sehingga data yang dimiliki lengkap ketika diserahkan ke Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum," kata Yuyun Kurniawan.
Salah satu kasus yang menarik perhatian adalah vonis yang dilakukan majelis terhadap Tian Hartono alias Buntia. Buntia merupakan Direktur PT Rimba Kapuas Lestari (RKL) yang ada di kawasan hutan lindung Lubuk Lintang.
Investigasi Dinas Kehutanan Kalbar menemukan jalan angkutan kayu atas nama PT RKL yang masuk ke dalam kawasan hutan lindung sepanjang 11.337,5 meter terdiri jalan utama 8.820 meter dan jalan cabang 2.517 meter. Selain itu, ada tonggak kayu bekas tebangan di atas lahan seluas sekitar 140 hektare serta 1.365 pohon dengan perkiraan volume tegakan 10.600 meter kubik.
Buntia diancam berlapis dengan UU No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Tuntutan utama melakukan penebangan tanpa izin yang sah dari pejabat yang berwenang. Sedangkan tuntutan kedua Buntia telah memasukkan peralatan berat ke dalam kawasan hutan lindung yang tidak memenuhi keputusan Menteri Kehutanan. Jaksa meminta majelis menjatuhkan vonis 10 tahun penjara dikurangi masa tahanan dan denda Rp2 miliar.
Majelis hakim di Pengadilan Negeri Pontianak menyatakan Buntia tidak bersalah dalam penebangan tanpa izin melainkan terbukti membawa alat ke hutan lindung. Vonis majelis hakim dua tahun penjara kepada Buntia dan denda Rp1 miliar subsider empat bulan penjara.
Namun Pengadilan Tinggi Kalbar mengurangi vonis itu menjadi hukuman penjara satu tahun dan denda Rp500 juta. Sementara Mahkamah Agung akhirnya memvonis bebas Buntia dari segala tuntutan.
Kasus lain yang menarik perhatian masyarakat di antaranya Prasetyo Gow alias Asong yang divonis bebas majelis hakim Pengadilan Tinggi Kalbar. Ng Tung Peng alias Apeng, warga negara Malaysia yang hingga kini masih dalam daftar pencarian orang.
Vonis bebas bersyarat terhadap M Sun`an dan Syaiful di tingkat pengadilan negeri serta Bupati Kapuas Hulu dalam kasus korupsi dana provisi sumber daya hutan dan dana reboisasi.
© Copyright 2024, All Rights Reserved