Hingga saat ini, Presiden Joko Widodo (Jokowi) masih belum menandatangani Undang-Undang MPR, DPD, DPR, dan DPRD (UU MD3) yang sudah disahkan DPR pada 12 Februari lalu. Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengatakan, kemungkinan, Jokowi tidak akan menandatangani UU tersebut.
Pernyataan itu disampaikan Yasona usai menemui Presiden Jokowi di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (20/02).
Yasonna mengatakan, Presiden cukup kaget terkait aturan tentang hak imunitas DPR dan pemanggilan paksa yang diatur UU MD3 hasil revisi tersebut.
“Beliau masih menganalisis ini, dari apa yang disampaikan belum menandatangani dan kemungkinan tidak menandatangani," ujar Yasonna.
Yasonna mengatakan, dalam pertemuan tadi, dirinya menjelaskan latar belakang terbentuknya UU MD3 tersebut kepada Presiden Jokowi. Pembahasan UU tersebut mengalami dinamika yang cepat.
Yasonna mengatakan, UU MD3 telah melalui perdebatan yang sengit dan panjang. Bahkan awalnya, ujar Yasonna, dua per tiga dari usulan DPR terkait revisi UU MD3 ditolak pemerintah.
Salah satunya mengenai penambahan pimpinan yang tadinya hanya tambahan 1 kursi untuk pimpinan DPR. "Kalau kita setujui, wah itu lebih super powerfull lagi. Tapi itu okelah perdebatan dalam politik kan biasa saja," ujarnya.
Terkait dengan kemungkinan tidak ditandatanganinya UU MD3 tersebut, Yasonna menyerahkan sepenuhnya kepada keputusan Presiden Jokowi. "Tapi kan itu terserah Bapak Presiden, saya tidak mau (ikut campur), tapi ada pikiran Bapak Presiden seperti itu," ujarnya.
Yasonna menambahkan, meski tidak ditandatangani Presiden Jokowi, UU MD3 tersebut tetap berlaku secara otomatis menjadi Undang-Undang setelah 30 hari sejak disahkan DPR. Oleh karena itu, ia mempersilakan pihak yang merasa revisi UU MD3 bertentangan dengan konstitusi untuk mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi.
“Persilakan saja temen-temen menggugat, kalau menggugat ya setelah menjadi undang-undang, jangan digugat sebelum undang-undang, nanti batal (gugatannya)," ujar Yasonna.
© Copyright 2024, All Rights Reserved