BELAKANGAN ini ramai wacana publik soal Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri yang mengajukan diri sebagai amicus curiae atau sahabat pengadilan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Megawati mengajukan diri sebagai amicus curiae dalam konteks sengketa hasil Pilpres 2024 di mana salah satu pemohonnya ialah capres-cawapres yang diusung PDIP, Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
Amicus curiae ini diungkapkan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto di depan gedung MK dan awak media kemarin. Dalam sistem peradilan, amicus curiae merupakan pihak ketiga yang diberikan izin menyampaikan pendapatnya.
Persoalannya adalah bahwa sejatinya yang bisa disebut teman pengadilan itu adalah suara rakyat, bukan pihak yang kalah dan tantrum lalu merasa bisa jadi teman pengadilan. Terlebih pihak yang mengajukan diri sebagai amicus curiae minimal tidak punya kepentingan hukum dengan pihak yang berperkara.
Jelas di sini bahwa Megawati adalah Ketum PDIP yang mengusung paslon Ganjar Pranowo-Mahfud MD selaku pemohon sengketa Pilpres 2024 di MK. Dengan kata lain, amicus curiae harusnya merupakan suatu permohonan (opini) yang diajukan oleh pihak di luar perkara.
Kedua, masalah yang diungkap dalam amicus curiae tersebut sebenarnya telah disampaikan oleh tim hukum Ganjar-Mahfud dalam gugatannya, yaitu adanya abuse of power dari istana (presiden) lewat praktik kecurangan TSM (terstruktur, sistematis dan masif) untuk memenangkan Prabowo-Gibran dan tidak terbukti di persidangan MK.
Faktanya dari semua keterangan 4 menteri yang memberi kesaksian di sidang MK (Airlangga Hartarto, Sri Mulyani, Muhadjir Effendy, Tri Rismaharini) sudah menyangkal semua tuduhan itu, termasuk soal bansos dan keterlibatan aparat negara.
MK sebagai lembaga peradilan tertinggi sebaiknya tetap independen dan menghasilkan putusan yang adil berdasarkan fakta-fakta persidangan. Tidak boleh terpengaruh terhadap intervensi yang bersumber dari sebuah kepentingan politik, apalagi dari partai politik pengusung capres-cawapres tertentu.
Suara Ganjar-Mahfud di Pilpres 2024 ekuivalen dengan PDIP di Pileg 2024, yaitu sekitar 16 persen. Memang PDIP masih jawara di Pemilu 2024, tetapi raihan 16 persen jelas tidak representatif mewakili 100 persen rakyat Indonesia kecuali hanya membuat kebisingan politik belaka jelang putusan sengketa Pilpres 2024 yang akan diumumkan oleh MK tanggal 22 April 2024 mendatang.
Prabowo-Gibran memenangkan Pilpres 2924 dengan satu putaran (58,58 persen), dengan perolehan suara rakyat yang merata di semua provinsi di Indonesia. Vox populi vox dei (suara rakyat adalah suara tuhan), karena itu diprediksi MK tidak akan membatalkan kemenangan Prabowo-Gibran, dan proses pemilu tetap bisa diperbaiki ke depannya.
*Penulis adalah Direktur Survey & Polling Indonesia (SPIN)
© Copyright 2024, All Rights Reserved