Wakil Ketua Komisi XI DPR RI dari Fraksi PDIP, Dolfie Othniel Frederic Palit, mengungkapkan, utang jatuh tempo Indonesia pada Tahun 2025 mencapai Rp800,33 triliun.
Dari jumlah RP800,33 triliun, rinciannya adalah Rp705,5 triliun berupa Surat Berharga Negara (SBN) dan Rp94,83 triliun berupa pinjaman.
"Profil (utang) jatuh tempo kalau kita hitung 2025 jatuh tempo itu Rp800 triliun," kata Dolfie.
Menanggapi hal tersebut, Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani, mengatakan, asal neraga Indonesia tetap kredibel dan kondisi ekonominya baik maka hal itu tidak jadi masalah.
"Jadi kalau negara ini tetap kredibel, APBN-nya baik, kondisi ekonominya baik, kondisi politiknya stabil, maka revolving itu sudah hampir dipastikan risikonya sangat kecil karena market beranggapan negara ini akan tetap sama," kata Menkeu Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR, Kamis (6/6/2024).
"Sehingga jatuh tempo yang terlihat di sini 2025, 2026, 2027 yang kelihatan tinggi itu tidak menjadi masalah selama persepsi terhadap APBN, kebijakan fiskal, ekonomi dan politik tetap sama," kata mantan pejabat World Bank itu.
Sri Mulyani mengatakan, pemegang surat utang Indonesia yang jatuh tempo belum tentu langsung mengambilnya karena dianggap tetap butuh investasi. Berbeda jika kondisi stabilitas ini terganggu, pemegang surat utang Indonesia bisa melepasnya dan kabur dari Indonesia.
"Makanya stabilitas, kredibilitas dan sustainabilitas itu menjadi penting," kata Sri Mulyani.
enurut Sri Mulyani tingginya utang jatuh tempo utang disebabkan pandemi COVID-19. Saat itu Indonesia membutuhkan hampir Rp1.000 triliun tambahan belanja, saat penerimaan negara turun 19% karena aktivitas ekonomi berhenti.
"Jadi kalau tahun 2020, maksimal jatuh tempo dari pandemi itu semuanya di 7 tahun dan sekarang konsentrasi di 3 tahun terakhir 2025, 2026 dan 2027, sebagian di Tahun 2028. Nah ini lah yang kemudian menimbulkan persepsi kok banyak sekali utang numpuk," pungkas Sri Mulyani. []
© Copyright 2024, All Rights Reserved