Seiring dengan bocornya dokumen TNI di DPR, maka indikasi akan adanya korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) di tubuh TNI kian terkuak. Setelah sebelumnya pers mencium CV Adian Nalambok dan PT Sentra Surya Ekajaya, merupakan dua perusahaan rekanan fiktif dalam kasus penemuan senjata dan amunisi di rumah almarhum Brigadir Jenderal TNI Koesmayadi.
Dalam dokumen yang beredar di tangan beberapa anggota di Komisi I DPR terdapat indikasi penyelewengan di Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI). Adapun ASABRI didirikan melalui Peraturan Pemerintah Nomor. 67 tahun 1991 dalam bentuk persero. Bisnis penyelenggaraan asuransi jiwa di lingkungan Departemen Pertahanan, TNI, dan Polri ini memperoleh dana dari pemotongan 10 persen gaji prajurit. Dalam dokumen yang beredar, disebut ASABRI salah satu bisnis TNI yang melakukan penyelewengan hingga ratusan miliar rupiah.
Namun hal itu dibantah oleh pihak TNI. Menurut Direktur PT ASABRI Mayor Jenderal TNI Purnawirawan Tabrie laporan keuangan ASABRI dengan aset yang mencapai Rp 2,7 triliun selama ini dilaporkan secara berkala ke Departemen Keuangan. Selain nama ASABRI, masih ada nama-nama lainnya yang tertera dalam dokumen tersebut. Penemuan timbunan senjata dan amunisi di kediaman mendiang Koesmayadi, misalnya, yang menjadi titik awal terciumnya ketidakberesan di tubuh TNI.
Dugaan korupsi lainnya dalam dokumen tersebut, yang juga melibatkan Koesmayadi adalah kasus pembelian fiktif pesawat Fokker F-50. Dalam dokumen pembelian tercantum transfer dana Rp 17,7 miliar ke rekening pribadi seorang perwira bernama Letnan Kolonel Sofianil Husni. Dana belasan miliar rupiah itu lalu ditransfer kembali kepada Hartono yang disebut sebagai kawan dekat Koesmayadi. Dalam dokumen pun tercantum bukti transfer dari Bank Mandiri senilai jumlah yang sama.
Selain itu, dokumen tersebut juga menyebutkan kasus korupsi lain yang terjadi di tubuh TNI AD. Diantaranya, kasus pengiriman mobil bodong termasuk di antaranya. Setidaknya 288 unit kendaraan ilegal yang menggunakan surat tanda nomor kendaraan (STNK) TNI AD malah digunakan untuk perorangan bukan kepentingan dinas. Kendaraan ini diperoleh dengan menumpang impor resmi kendaraan bekas untuk inventaris TNI AD yang tentunya menggunakan anggaran TNI AD.
Yang menarik, dalam daftar mobil bodong, disebut secara rinci jenis, tahun mobil, sekaligus nama penanggung jawab. Adapun si penanggung jawab sepertinya berarti keleluasaan untuk menikmati mobil dengan pembebasan bea masuk, dan tak perlu membayar pajak STNK karena menggunakan STNK TNI AD. Nah, dalam dokumen tersebut pun tertera nama Koesmayadi dan mantan Kepala Staf AD Jenderal Ryamizard Ryacudu, sebagai pihak yang menikmati jatah mobil tersebut.
Selain masalah tadi, terdapat pula dokumen yang menyebut secara rinci tentang penyalahgunaan wewenang di tubuh TNI, seperti kasus korupsi pengadaan senjata di luar prosedur, korupsi komisi dalam pengadaan barang, penyelewengan pada lembaga tabungan wajib perumahan TNI AD, korupsi di tubuh Akademi Militer, serta korupsi PT ASABRI. Dokumen lainnya, menyangkut dugaan korupsi tukar guling tanah yang melibatkan mantan Panglima Komando Daerah Militer Brawijaya untuk dijadikan jalan Tol Waru-Juanda, Jawa Timur.
Dalam rapat kerja dengan Komisi I DPR Senin lalu, membuat KSAD Jenderal Djoko Santoso tak dapat menahan kejengkelannya, karena bocornya dokumen-dokumen yang mengindikasikan KKN di tubuh TNI. Pada kesempatan itu, Djoko mengatakan akan mengusut anak buahnya yang dianggap telah membocorkan dokumen negara. "Saya akan usut. Anak buah saya siapa yang membocorkan itu. Itu dokumen negara," ucap Djoko marah.
© Copyright 2024, All Rights Reserved