Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan kebijakan penggunaan anggaran subsidi listrik yang bermasalah. BPK mencatat ada penambahan alokasi anggaran subsidi listrik sebesar Rp 5,22 triliun pada tahun 2017 yang tidak sesuai aturan.
“Anggaran itu tidak sesuai dengan UU APBN- P 2017," kata Sekretaris Jenderal BPK Bahtiar Ali, kepada pers, Kamis (31/05).
Pelanggaran dilakukan karena penambahan anggaran subsidi tersebut dilakukan tanpa mekanisme persetujuan DPR. BPK juga menyatakan bahwa dasar pertimbangan; penambahan anggaran subsidi listrik dilakukan untuk mengatasi permasalahan Debt Service Ratio PT PLN (persero) yang digunakan oleh Kementerian Keuangan tidak memadai.
Pasalnya, walaupun PLN melalui Surat Nomor 2278/KEU.05.02/DIRUT/2017 sempat mengajukan permohonan waiver atau penundaan keringanan pembayaran utang atas perjanjian utang mereka ke Kementerian Keuangan, tapi ternyata pemberi pinjaman PLN, salah satunya Bank Pembangunan Asia (ADB) telah memberikan waiver kepada mereka.
Kemenkeu sebenarnya telah memberikan tanggapan kepada BPK atas temuan tersebut. Tapi BPK menilai bahwa sampai dengan akhir pemeriksaan, Kemenkeu masih gagal dalam menjelaskan payung hukum yang mereka gunakan dalam penambahan subsidi listrik tersebut.
Atas kegagalan itu, BPK merekomendasikan kepada pemerintah bersama DPR agar mengatur mekanisme pertanggungjawaban penambahan pagu anggaran pagu APBN subsidi di luar parameter yang ditetapkan.
© Copyright 2024, All Rights Reserved