Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) Kementerian Pertanian (Kementan) tengah mengembangkan teknologi pasca panen terhadap bawang merah. Diharapkan, teknologi pengawetan ini dapat menjaga produktivitas bawang merah dan mengatasi gejolak harga.
Kepala Balitbangtan Kementan Muhammad Syakir mengatakan, teknologi pasca panen bawang merah yang dinamakan Instore Drying ini, yang merupakan gudang yang dapat penyimpanan sekaligus berfungsi mengeringkan pengeringan bawang merah segera sesudah panen.
"Kami tahu, bawang merah sangat terkait dengan inflasi dan gejolak harga. Oleh sebab itu, kami mengembangkan solusinya dengan teknologi instore drying," katanya kepada politikindonesia.com di Kantor Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian, Balitbangtan Kementan, Bogor, Jawa Barat, akhir pekan lalu.
Gudang tersebut di desain dengan sirkulasi udara yang baik dan dilengkapi pemanas untuk membantu proses pengeringan. Selain itu, gudang tersebut juga dilengkapi dengan rak-rak penyimpan dan kontrol suhu kelembaban.
Bawang merah merupakan produk hortikultura yang mudah busuk jika tidak segera dikeringkan. Sedangkan, dalam teknologi instore dryer, proses pengeringannya dibantu dengan menggunakan tungku dengan suhu tertentu. Sehingga bawang merah yang baru dipanen bisa langsung digantungkan pada rak-rak penyimpanan. Proses pemanasan yang dilakukan juga bersifat curing untuk mencegah penyakit.
"Proses pengeringan yang dilakukan dengan teknologi ini hanya butuh waktu 4 hari. Sementara jika dikeringkan dengan matahari membutuhkan waktu hingga 6 hari."
Walaupun sudah kering, bawang merah masih rawan mengalami kerusakan yang diakibatkan busuk, susut bobot hingga tumbuh. Oleh sebab itu, dengan teknologi instore dryer masih harus tetap dilakukan pengontrolan terhadap suhu dan kelembaban di sekitar bawang merah.
Dia memaparkan, keunggulan instore driying adalah terbuat dari material yang terjangkau, kuat tahan lama dan biaya operasionalnya relatif lebih murah. Karena dari hasil pengamatan bawang merah yang disimpan dan dikeringkan melalui instore driying selama 8 minggu, tingkat kerusakan hanya 11 persen. Jika dengan metode konvensional (matahari) kerusakannya bisa mencapai 30 persen.
Untuk itu, teknologi pasca panen ini akan dikembangkan pada wilayah sentra-sentra bawang merah dan daerah lain untuk menjaga ketahanan bawang merah dan juga peningkatan produktivitas. Teknologi ini sudah kami kembangkan di Sulawesi Utara, Kalimantan Tengah, dan Jawa Barat serta di daerah sentral," ucapnya.
Menurutnya, untuk menjamin ketersediaan bawang merah pihaknya tak hanya mengupayakan teknologi pascapanen instore dryer guna mendukung kedaulatan pangan. Pihaknya juga memperkenalkan produk diversifikasi bawang merah dalam bentuk bawang merah irisan kering, pasta bawang merah dan bawang merah dalam larutan garam.
"Semua produk diversifikasi bawang merah tersebut memiliki keunggulan sebagai bumbu masakan karena lebih praktis penggunaannya serta memiliki aroma dan rasa seperti bawang merah segar. Bahkan produk bawang merah ini juga memiliki masa simpan yang lebih lama hingga 1 tahun pada suhu dingin. Sehingga dapat dijadikan alternatif untuk menjamin ketersediaan bumbu masakan bawang merah," ucapnya.
Syakir menambahkan, pihaknya melakukan inovasi dengan diversifikasi bawang merah ini karena perubahan gaya hidup konsumen menuntut kepraktisan dan kecepatan dalam mengelola masakan. Sehingga produk yang siap pakai lebih diminati oleh masyarakat. Salah satunya adalah bumbu instan, akibatnya pangsa pasar bumbu instan akan semakin meningkat seiring dengan pergeseran pola konsumsi masyarakat.
"Pengolahan bawang merah instan ini sebenarnya bisa dijadikan lahan sebagai pengembangan industri agribisnis pengolahan bawang merah. Sehingga dapat dijadikan alternatif dalam meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani. Karena sebagai tanaman musiman, produksi bawang merah hanya terjadi pada bulan-bulan tertentu dan produksinya tidak tersebar merata di seluruh wilayah Indonesia," tutupnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved