Pola bagi hasil pendapatan dari minyak dan gas yang dilaksanakan pemerintah saat ini dinilai belum berkeadilan. Daerah penghasil migas mendapatkan dana bagi hasil terlalu kecil. Pola itu perlu direvisi.
Pandangan tersebut dikemukakan oleh Wakil Ketua Komisi XI DPR Harry Azhar Azis, di Tanjungpinang, Minggu (17/10).
Berdasarkan UU Nomor 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, alokasi dana bagi hasil untuk pemerintah daerah sebesar 15,5 persen setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lain, sedangkan bagian pemerintah pusat mencapai 84,5 persen.
Sementara dana bagi hasil pertambangan gas bumi untuk pemerintah daerah dialokasikan 30,5 persen, dan pemerintah pusat sebesar 69,5 persen.
Politisi dari daerah pemilihan Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) itu, memberi contoh. Provinsi Kepri yang merupakan salah satu daerah penghasil migas hanya mendapat dana tunda bayar migas tahun 2008 sebesar Rp681 miliar dari pemerintah pusat. Sementara setiap tahun pajak yang dihasikan dari migas yang didistribusikan kepada pemerintah pusat jumlahnya mencapai triliunan rupiah.
Pemerintah daerah penghasil migas, ujar Harry, mengeluhkan pola dana bagi hasil yang proporsional jika dibanding dengan kerusakan lingkungan yang disebabkan penambangan migas.
Dikatakan Harry, dana bagi hasil termasuk salah satu sumber pendapatan daerah yang dapat digunakan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. Saat ini, sambung dia, sebagian masyarakat yang tinggal di daerah penghasil migas belum sejahtera. “Kalau sekarang saja sebagian masyarakat belum sejahtera, bagaimana kondisi mereka setelah potensi alamnya habis?”
Pola pembagian dana bagi hasil migas yang tidak merata antara daerah otonomi dengan daerah otonomi khusus juga menimbulkan kecemburuan. Dia khawatir, kecemburuan itu akan berkembang menjadi permasalahan yang lebih besar. Hal itu disebabkan daerah otonomi khusus mendapat dana bagi hasil sebesar 70 persen, sementara pemerintah pusat 30 persen.
Nasib Kepri, ujar Harry, sama halnya seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, Riau dan Kaltim. Sementara daerah otonomi khusus Aceh dan Papua mendapat dana bagi hasil lebih besar. “Kami khawatir itu akan menjadi permasalahan di kemudian hari,” tandas dia.
© Copyright 2024, All Rights Reserved