Pemerintah agak sulit menerima usulan inisiatif DPR tentang RUU Kementerian Negara yang mengharuskan pembentukan Kementerian Negara lewat DPR. Hal tersebut dikemukakan Menteri Sekretaris Negara Yusril Ihza Mahendra sebelum mengikuti Rapat Kabinet Terbatas (Ratas) di Kantor Kepresidenan, Jakarta, Rabu (28/2). Ratas tersebut rencananya membahas tentang RUU Kementerian Negara dan Finalisasi PP 37/2006.
Menurut Yusril, juga tidak mungkin DPR menambah jumlah komisi dengan persetujuan presiden. "Itu merupakan masalah ke dalam dari organisasi suatu negara," katanya.
Jika pemerintah menerima draft RUU yang diusulkan DPR, lanjut Yusril, berarti ada pemangkasan terhadap hak prerogratif Presiden.
Pemerintah harus berhati-hati menyikapi RUU tersebut, karena apabila pemerintah menerima draft RUU usulan DPR berarti sistem pemerintah tidak 100 persen presidensial, tapi juga tidak parlementer.
"Tapi saya berpendirian sebenarnya membentuk kabinet itu adalah kewenangan presiden terpilih," katanya, sambil menambahkan bahwa besok Rabu (1/3) dia akan menyampaikan jawaban pemerintah dalam pembahasan RUU Kementerian Negara dengan DPR.
Sementara itu anggota Pansus RUU Kementerian Negara Tosari Wijaya di Gedung DPR, mengatakan jika pemerintah menolak RUU inisiatif tersebut, pemerintahan ini akan kembali seperti jaman orde baru.
"Dulu kita punya 100 menteri, zaman Soeharto dipangkas. Di zaman Gus Dur ada yang dibubarkan, zaman SBY dihidupkan lagi. Ini kan enggak jelas. Makanya perlu aturan," cetus Tosari.
Sedangkan Ketua Pansus Agun Gunanjar menegaskan bahwa sikap pansus akan diambil setelah rapat yang akan digelar Kamis 1 Maret besok. Karena memang ada upaya-upaya untuk menghambat penyelesaian RUU ini menjadi UU.
"Saya tidak mau menanggapi dulu. Pansus akan rapat internal besok, biarkan pemerintah menyatakan sikapnya dalam DIM (daftar inventarisir masalah) apakah akan menolak atau tidak," kata polisi Golkar.
© Copyright 2024, All Rights Reserved