Serangan terhadap rencana dana Rp15 miliar per Dapil terus berdatangan. Yang terbaru, dan lumayan tajam dilancarkan oleh pemerhati parlemen Sebastian Salang. Ia menganggap usulan program Dana Alokasi Khusus Daerah Pemilihan itu sebagai bentuk kejahatan yang membuka peluang terjadinya politik uang.
"Jangankan sampai ide itu diimplementasikan, dipikirkan pun sudah merupakan kejahatan," kata Sebastian Salang di tengah diskusi Polemik Trijaya di Warung Daun Cikini, Jakarta, Sabtu (05/06).
Kepala Badan Anggaran DPR Harry Azhar Aziz, yang juga salah satu pembicara dalam diskusi itu langsung menyergah. Anggota Fraksi Partai Golkar DPR, yang memang mendukung rencana pemberian dana itu, tak terima dituding sebagai perampok dana negara. "Kalau hal itu dikatakan kejahatan dan dosa, apakah membela kepentingan rakyat satu dosa?"
Harry lalu menjelaskan, anggota DPR selain memiliki fungsi pengawasan, juga anggaran, selain fungsi legislasi. Yang penting, kata dia, anggaran itu digunakan untuk memakmurkan rakyat. Dengan cara berpikir seperti itu, ia mengaku rela berdosa agar rakyat sejahtera dari program tersebut.
Tak hanya pengamat seperti Sebastian Salang yang mencerca usulan Fraksi Partai Golkar tersebut. Sejumlah anggota parlemen, atau bahkan fraksi juga sudah terang-terangan tidak setuju dengan program yang dipastikan akan membebani keuangan negara itu. Jika rencana itu disetujui, setidaknya negara akan menyediakan Rp8,4 triliun per tahun, untuk 560 anggota DPR 2009-2014.
Karena itulah, Fraksi Gerindra DPR terang-terangan menolaknya. Seperti kata anggota Fraksi Gerindra DPR, Martin Hutabarat usulan program pemerataan dan pembangunan daerah pemilihan senilai Rp15 miliar per anggota DPR itu, rawan korupsi. Ia juga memprediksi, pelaksanaannya di lapangan akan sangat rumit. Lagi pula, program tersebut, kata dia, tidak berkaitan langsung dengan rakyat.
Martin juga mengritik pola pikir sebagian anggota Dewan dalam menilai konstituen masing-masing di daerah pemilihannya (Dapil). Mereka beranggapan, wakil rakyat baru bermanfaat bila mampu memberi sumbangan materi kepada konstituennya, Cara berpikir seperti ini, kata Martin, akan menyuburkan budaya politik uang.
Sebelumnya, Ketua Fraksi Golkar DPR Setya Novanto menyampaikan program Dana Alokasi Khusus Daerah Pemilihan ini sudah diusulkan dalam rapat Sekretariat Gabungan (Sekgab) Koalisi Pemerintahan. Ia malah memastikan para anggota koalisi sangat mendukung.
"Namanya program pemerataan dan pembangunan daerah pemilihan. Jadi, pengalokasian ini sebagai pertanggungjawaban anggota terpilih di DPR kepada daerah pemilihannya," katanya.
Pernyataan Setya Novanto itu dibantah sejumlah anggota partai koalisi lainnya. Di antaranya, Partai Keadilan Sejahtera, seperti disuarakan Sekjen Anis Matta. Ia menyebutkan, usulan Golkar itu tidak masuk akal, karena sudah melampaui kewenangan DPR. Menurut dia, DPR tak memiliki kewenangan penyaluran dana ke masyarakat. Tugas itu milik kalangan eksekutif.
Ketua Umum DPP PAN Hatta Rajasa juga sudah menolak usulan itu. Begitupun dengan Ketua DPR, Marzuki Alie, yang juga bekas Sekjen Partai Demokrat. Jika rencana itu disetujui, ia melihatnya sebagai pelegalan perampokan uang negara.
Belum terdengar seperti apa tanggapan PKB. Sikap PPP pun belum jelas, atau menjadi tak tegas. Awalnya, partai yang dipimpin Suryadharma Ali itu, tegas menolak. Belakangan, mereka terkesan setuju, tetapi jumlahnya dikurangi, dari Rp15 miliar, menjadi Rp10 miliar per daerah pemilihan.
© Copyright 2024, All Rights Reserved