Direktur Eksekutif Human Studies Institute, Rasminto, mengatakan, revisi UU Polri sudah sepatutnya dilakukan segera, karena harus menyesuaikan perkembangan zaman.
Menurut Rasminto, Revisi UU No. 2 Tahun 2002 menjadi angin segar dalam meningkatkan kinerja dan membangun citra positif kepolisian.
"UU Polri sudah 22 tahun, tantangan Polri semakin kompleks sehingga institusi Polri harus segera menyesuaikan jika tidak tertinggal," kata Direktur Eksekutif Human Studies Institute, Rasminto, Selasa (21/5/2024).
Rasminto mengatakan, dirinya tidak sepakat apabila wacana revisi UU Polri hanya terkait dengan usia pensiun anggota.
"Sepertinya masih belum urgensi jika wacana revisi UU Polri terkait usia pensiun yang kini 58 tahun menjadi 60 tahun, apalagi disamakan dengan jabatan fungsional ASN lainnya hingga 65 tahun," kata Rasminto.
Rasminto menilai perlu dikaji urgensi penambahan usia pensiun, terlebih yang perlu diprioritaskan adalah masalah komposisi anggota dengan daftar susunan personel (DSP) yang baru 50,7% bagaimana membangunnya.
"Dengan jumlah personel Polri saat ini sekitar 447.000, personel baru memenuhi DSP 50,7% ini menunjukkan rasio anggota dengan penduduk 1:1000," kata Rasminto.
Artinya masih ada kekurangan sekitar 410.000 personel lagi atau 40,3% jika memenuhi DSP riilnya. Komposisi itu jika ingin memenuhi rasio ideal 1:300.
Menurut Rasminto, perlunya revisi UU Polri dapat menyentuh persoalan aspek kultural Polri.
“Nantinya diharapkan dalam revisi UU, berkaitan aspek kultural, perlu dibangun kembali penguatan jati diri, doktrin, Tribrata, Catur Prasetya dan kode etik Polri sebagai bagian dari pemuliaan profesi Polri di masa depan,” kata Rasminto.
Rasminto mengatakan, perlunya redefinisi jati diri Polri dalam adaptasi sebagai polisi di negara demokrasi.
“Bahwa Polri adalah sebagai polisi sipil, dan bukan bagian militer yang sifatnya militeristik dengan mengedepankan penanganan kasus-kasus hukum dengan senjata seperti yang dimiliki oleh militer," pungkas Rasminto. []
© Copyright 2024, All Rights Reserved