Meredam isu yang meresahkan, terkait program amnesty pajak yang tengah digencarkan pemerintah, Direktorat Jenderal Pajak, bertindak cepat. Hari ini, Selasa (30/08), Ditjen Pajak Ken Dwijugiasteadi, menerbitkan Peraturan Direktur Jenderal Poajak Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengaturan Lebih Lanjut mengenai Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty.
“Dengan adanya isu-isu yang meresahkan masyarakat terkait tax amnesty, hari ini saya mengeluarkan Perdirjen Nomor 11 Tahun 2016," terang Ken dalam jumpa pers di Kantor Ditjen Pajak Kemenkeku, Jakarta, Selasa (30/08).
Dalam kebijakan baru itu dijelaskan, tentang beberapa kelompok masyarakat yang perlu mengikuti program amnesty pajak. Mereka antara lain, masyarakat berpenghasilan di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang saat ini sebesar Rp54 juta per tahun atau setara 4,5 juta per bulan bagi 1 orang pribadi walaupun yang bersangkutan memiliki harta.
Dikatakan Ken, yang termasuk kelompok ini adalah buruh, pembantu rumah tangga, nelayan, petani, serta pensiunan yang memiliki penghasilan semata-mata dari uang pensiun. "Serta penerima harta warisan namun tidak memiliki penghasilan atau memiliki penghasilan di bawah PTKP," terang dia.
Ken menjelaskan, wajib pajak yang memilih membetulkan SPT juga tidak wajib mengikuti tax amnesty. Selain itu, aturan tersebut juga berlaku bagi wajib pajak yang melaporkan hartanya dalam SPT oleh salah satu anggota keluarga dan WNI yang tinggal di luar negeri lebih dari 183 hari dalam setahun dan tidak mempunyai penghasilan dari Indonesia.
Dengan demikian, menurut Ken, sanksi yang tercantum dalam Pasal 18 Ayat 2 UU Amnesty Pajak tidak berlaku bagi masyarakat kelompok tersebut. "Yaitu sanksi terkait nilai harta yang diperlakukan sebagai penghasilan pada saat ditemukan oleh Direktorat Jenderal Pajak di kemudian hari," terang Ken.
© Copyright 2024, All Rights Reserved