Satu hari setelah Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan uji materi Undang-Undang No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh bereaksi keras. Ia menggelar jumpa pers singkat dan mendadak untuk menyikapi putusan MK tersebut.
Bagi Jaksa Agung, putusan MK itu makin mempersulit pemberantasan korupsi. "Putusan itu merupakan hari besar bagi para koruptor," ujar Jaksa Agung dalam jumpa pers singkatnya di Kejaksaan Agung, Rabu (26/7). Meski mengaku amat sedih dan kecewa dengan putusan MK itu, Jaksa Agung yang juga mantan hakim agung ini tetap menghormati putusan MK. Uji materi itu diajukan Dawud Jatmiko, karyawan PT Jasa Marga yang tersangkut perkara dugaan korupsi dan sedang diadili di Pengadilan Negeri Jakarta Timur.
Sebelumnya, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Taufiequrachman Ruki mensinyalir adanya perlawanan balik dari koruptor terhadap KPK. Salah satunya dengan mengajukan uji materi ke MK. Dalam putusan yang dibacakan dalam sidang hari Selasa (25/7), MK menyatakan penjelasan Pasal 2 Ayat 1 UU No 31/1999 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat lagi. Konsekuensi dari putusan MK itu, penyidik tidak dapat hanya mendasarkan pada pelanggaran asas kepatutan, keadilan, atau norma keadilan masyarakat dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka (melawan hukum materiil). Namun, penyidik harus membuktikan ada tidaknya pelanggaran peraturan perundang-undangan (melawan hukum formil).
Menurut Jaksa Agung, ajaran sifat melawan hukum materiil dalam fungsi yang positif sudah ada jauh sebelum UU No 31/1999 dipakai penegak hukum. Sejak tahun 1977, Mahkamah Agung dalam putusan-putusannya yang menjadi yurisprudensi tetap, sudah menganut penafsiran itu. Jaksa Agung lantas mencontohkan penerapan hukum materiil tersebut dalam perkara korupsi mantan Direktur Kredit Bank Bumi Daya RS Natalegawa, tahun 1983 silam.
Jaksa Agung menambahkan, sesuai pendapat yang berkembang dalam ilmu hukum, seharusnya diukur berdasarkan asas hukum tak tertulis maupun asas yang bersifat umum menurut kepatutan dalam masyarakat. "Sekarang pertanyaannya, apakah sesudah adanya putusan MK ini Mahkamah Agung nanti akan berubah pendapatnya? Pada hemat Jaksa Agung, tidak. Kami tetap percaya MA akan berpendapat seperti yang dianutnya dalam yurisprudensi tetap itu, karena inilah pendapat yang modern," kata Jaksa Agung.
Pendapat yang hanya mengandalkan hukum positif, tambah Jaksa Agung, sudah lama ditinggalkan orang. Bahkan, UUD 1945 sendiri mengatakan, di samping UUD 1945 berlaku juga hukum dasar yang tidak tertulis, yakni aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktik penyelenggaraan negara, meskipun tidak ditulis. Begitu juga di dalam hukum pidana.
Wakil Ketua KPK bidang Penuntutan Tumpak Hatorangan Panggabean menjelaskan, putusan MK ini membawa konsekuensi bagi aparat penegak hukum untuk lebih mencari perbuatan korupsi yang betul-betul bertentangan dengan aturan. "Pembuktiannya menjadi lebih ketat. Kita tidak bisa menahan seseorang hanya dengan mengatakan ia melawan hukum hanya berdasarkan prinsip kepatutan saja," ucapnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved