Pengadilan Tinggi Jakarta memutus bebas Leonard Tanubrata, mantan Dirut Bank Umum Nasional (BUN). Sebelumnya PN Jakarta Pusat mejatuhkan vonis 10 tahun. Anehnya, JPU belum terima putusan.
Melalui Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), pemerintah memang telah menandatangani kesepakatan dengan para tertuduh pelaku pembobol Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Namun, dari sekian banyak kasus yang masuk ke pengadilan, boleh dibilang sangat minim yang sukses menyentuh rasa keadilan masyarakat.
Lihat saja, penandatangan MSAA (perjanjian pengembalian BLBI dengan jaminan aset) dan MRNIA (perjanjian pengembalian BLBI dengan jaminan aset dan jaminan pribadi). Atau, kontrak-kontrak pengembalian kekayaan negara lainnya. Rata-rata lolos dari jerat hukum dan melenggang santai menikmati hasil jarahannya.
Terdakwa kasus BLBI paling anyar yang kemudian bebas adalah Leonard Tanubrata. Mantan Direktur Utama Bank Umum Nasional (BUN) ini sempat divonis oleh hakim PN Jakarta Pusat untuk masuk menginap di hotel prodeo selama 10 tahun. Vonis ini lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Arnold Angkouw yang meminta hakim menghukum Leonard dengan pidana 14 tahun penjara.
Dalam putusannya, majelis hakim yang diketuai Amirudin Zakaria menilai Leonard terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana korupsi. Alhasil, negara pun dirugikan sebesar Rp 6,738 triliun.
Merasa tidak puas, lewat pengacaranya Juniver Girsang SH, Leonard pun mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Jakarta. Dalam memori banding itu disebutkan, dengan adanya kontrak MSAA dan jaminan aset pribadi Bob Hasan dan Kaharudin Ongko (keduanya komisaris BUN) berarti kerugian negara sudah dikembalikan. Dan, itu berarti, tidak ada lagi tindak pidana korupsi.
Rupanya, pembelaan Juniver dianggap memadai oleh majelis hakim banding yang terdiri dari Samang Hamidi, Hasan Basri Pase dan Hartati. Mereka bersepakat membebaskan Leonard dari semua dakwaan.
Namun, saat putusan belum lagi diterima oleh para stakeholder kasus --seperti JPU, Pengacara dan Terdakwa-- rupanya kasus ini sudah lebih dulu mencuat di media massa.
Walhasil, Arnold Angkouw pun merasa heran. Bagaimana mungkin media bisa mengetahui putusan hakim lebih dulu dibanding jaksa. “Saya saja tahunya dari media massa, bukan dari salinan putusan hakim,” jelas Arnold.
Akibatnya, Arnold belum dapat menentukan langkah lanjutan kasus itu. “Bagaimana mungkin saya melakukan kasasi ke MA kalau salinan putusannya saja saya belum terima,” tandasnya. Untuk bisa melakukan langkah lanjutan, mau tidak mau harus berdasarkan hasil putusan hakim dulu.
Menurut Arnold, soal landasan putusan yang membebaskan Leonard, itu hanya hakim yang bisa menilai. Pihaknya tidak berhak menilai soal tersebut.
Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung RI Kemas Yahya Rahman menyebut, sudah jelas jaksa bakal mengajukan kasasi. Pasalnya, Kejaksaan melihat ada perbedaan pandangan antara pendapat jaksa, PN Jakarta Pusat dan Pengadilan Tinggi.
Dalam pandangan jaksa, papar Kemas, ada aturan hukum yang tidak dilaksanakan atau dilaksanakan tapi tidak sebagaimana mestinya.
Sementara itu, Juniver Girsang menilai, putusan hakim sudah memenuhi azas keadilan. Lantaran, Leonard memang bukan pemilik BUN. “Dan, tidak terbukti ada aliran dana BLBI yang masuk ke rekeningnya,” jelas Juniver.
Selain itu, tandas Juniver, para pemilik BUN seperti Kaharuddin Ongko dan Mohammad ‘Bob’ Hasan, sudah memberi jaminan aset perusahaan dan aset pribadi untuk mengganti kerugian negara akibat kasus BLBI. “Jadi, di mana korupsinya,” ucap Juniver.
© Copyright 2024, All Rights Reserved