Kehendak atas “proyek” anggaran sebesar Rp 15 miliar untuk setiap Daerah Pemilihan (Dapil) anggota DPR RI membuat heboh. Usulan yang digadang-gadang Fraksi Partai Golkar di Parlemen ditolak banyak pihak. Bahkan anggota koalisi partai pemerintah membantah sudah adanya kesepakatan atau persetujuan didalam Setgab, seperti yang diklaim Golkar. Pemerintah sendiri, sudah memberi isyarat penegasan menolak kehendak tersebut. Jika “proyek” itu disetujui, setidaknya negara akan menyediakan Rp8,4 triliun per tahun, untuk 560 anggota DPR RI periode 2009-2014.
Ketua Fraksi Partai Golkar DPR RI, Setya Novanto mengungkapkan partai-partai dalam Sekretariat Gabungan (Setgab) Koalisi sudah sepakat dengan usulan dana Rp15 miliar per Daerah Pemilihan (dapil) anggota.
Kata Novanto, kesepakatan tersebut, diambil dalam rapat Kamis (03/06) malam. Malah politisi yang juga pengusaha itu memastikan, DPR sedang menyiapkan kerangka programnya agar bisa berjalan baik di lapangan.
"Soal anggaran Rp15 miliar itu, kita sudah rapat Setgab tadi malam. Hasilnya menyetujui semua usulan tersebut. Namanya, dana alokasi program dan pemerataan daerah pemilihan," ungkap Setya Novanto yang menjadi anggota DPR dari daerah pemilihan Nusa Tenggara Timur kepada pers, di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (04/06).
Novanto memang begitu meyakinkan menjelaskan soal “Rp15 miliar” ini. Selian menyatakan Setgab Koalisi sudah sepakat, Bendahara Umum DPP Golkar ini juga memperkuat landasan legal argumentasinya.
Kata Novanto, selain program “Rp15 miliar” sudah disiapkan dengan baik. Landasan programnya adalah pasal 15 ayat 3 dan 5 UU Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Dalam pasal itu disebutkan, DPR dapat mengusulkan jumlah penerimaan dan pengeluaran dalam UU tentang APBN.
Bahkan, Novanto merujuk pada pengalaman beberapa negara demokrasi. Di antaranya, Amerika Serikat, Filipina, Swedia, Norwegia dan Denmark. “Di Filipina, besaran dana aspirasi yang disalurkan kalangan legislatif itu kalau dirupiahkan mencapai Rp60 miliar, “ ujarnya.
Menurut Golkar, pengalokasian dana anggaran itu sebagai bentuk pertanggungjawaban anggota DPR terpilih pada dapilnya. Soal bagaimana mekanisme penyalurannya, akan diurus oleh Pemda dengan persetujuan DPR. Yang mengusulkan Pemda kepada anggota DPR, lalu anggota DPR menyerahkan ke Badan Anggaran, setelah itu dirapatkan dengan pemerintah. Setelah disetujui, pengalokasian ini secara sektoral dengan alokasi program pemerataan dapil.
Setelah proses tersebut disetujui dalam bentuk anggaran, dana tersebut dimasukkan ke APBN. Dalam penggunaannya nanti, kata Setya, anggaran Rp15 miliar itu diutamakan untuk kesejahteraan rakyat, antara lain berbentuk program pendidikan, kesehatan dan pembangunan infrastruktur.
Untuk pertanggungjawabannya, tentu jadi perhatian. Alurnya, daerah yang mengadakan tender untuk dilaporkan ke pemerintah pusat. Lalu, kata Setya, sebelum realisasi program akan diaudit BPK, sehingga ada jaminan tidak salah sasaran.
DARI ungkapan Novanto, jelas terlihat, betapa matang dan canggihnya Golkar untuk menata agar “proyek” Rp 15 miliar ini sukses. Memang Novanto tidak menjelaskan, bagaimana beberapa kasus yang melibatkan sahabatnya – sesama anggota DPR, dalam tindak pidana korupsi, hampir semuanya terkait dengan “perjuangan” untuk menggolkan anggaran di parlemen. Tentu Novanto tak lupa, antara lain, kasus korupsi Tanjung Api-Api, pengadaan kapal patroli Departemen Perhubungan, atau pengadaan sistem radio komunikasi terpadu Departemen Kehutanan.
Pertanyaannya, benarkah anggota Setgab Koalisi sudah setuju ? Siapa saja yang sudah setuju? Memang, bila Setgab sudah sepakat, tentu “proyek” ini akan berjalan mulus di parlemen. F-PDIP, F-Hanura, F- Gerindra, seandainya tidak setuju, dipastikan akan kalah suara.
YANG sungguh mengagetkan, tak perlu pengendapan, pada hari yang sama (Jum’at 4 Juni 2010) -– usai Ketua Fraksi Partai Golkar bicara kepada pers, Sekretaris Jenderal Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Anis Matta, juga di Gedung Parlemen, langsung membantah pernyataan klaim Setya Novanto soal Setgab (Inget, Ketua Plt Setgab Aburizal Bakrie yang merupakan Ketua Umum Partai Golkar).
Bantahan Anis, terutama pada adanya persetujuan dan kesepakatan di tubuh Setgab Koalisi soal “proyek” Rp 15 miliar perdapil ini.
"Tak ada kesepakatan di Setgab. Yang jelas, secara prinsip kami tidak setuju soal itu. Karena, kebijakan dana aspirasi itu sudah melampaui kewenangan kita di legislator," tegas Anis Matta.
Menurut Anis, pemerintah yang lebih berwenang menyalurkan anggaran ke daerah. Kalau itu terjadi, akan merusak pembangunan nasional secara keseluruhan. Dalam jangka panjang, hal itu dinilai jelas akan merugikan negara.
Kata Anis, pola penyaluran anggaran oleh anggota DPR, apalagi sampai Rp15 miliar per orang, tidak relevan dengan tugas kedewanan. Karena itu, lanjut Sekjen PKS ini, partainya sudah berbulat tekad menolaknya.
Ada apa dengan Partai Golkar? Mengapa Setya Novanto begitu berani mengungkapkan klaim bahwa anggota Setgab Koalisi sudah sepakat dan setuju?
ENTAHLAH. Suara lebih keras datang dari Ketua DPR Marzuki Alie. Mantan Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat ini tegas menolak usulan Partai Golkar tersebut.
“ Saya menolak itu. Saya tak ingin rakyat menyebut DPR sebagai perampok, jika menyetujui usulan Golkar tersebut,” ujar Marzuki Alie seraya menjelaskan bahwa usulan Golkar soal anggaran Rp15 miliar untuk dibagi-bagikan per dapil itu, hanya akan menurunkan citra, dan wibawa DPR di mata masyarakat.
Bola terus bergulir. Satu persatu anggota Setgab Koalisi buka suara. Partai Amanat Nasional (PAN), melalui Ketua Bidang Kominasi DPP Pan, Bima Arya mengingatkan agar Golkar tidak memaksakan isu ini di dalam Setgab. PAN berharap, Golkar mau menghargai pendapat masing-masing fraksi yang menolak wacana ini.
"Proposal Golkar ini semakin mencoreng wajah parlemen," kata Ketua Bidang Komunikasi DPP PAN, Bima Arya, Sabtu (05/06).
Menurut Bima, parlemen tidak punya kewenangan dalam alokasi budget. “ Itu ranah eksekutif, dana aspirasi juga berpotensi untuk menyuburkan praktek kolutif antara parlemen, eksekutif dan bisnis."
“ Sikap ini, akan menjadi arahan bagi anggota PAN di parlemen. Keinginan membangun daerah, semua sudah ada alokasinya melalui RAPBN," ungkap Bima.
Seperti apa suara pemerintah menanggapi “kehendak” Partai Golkar dalam “proyek” Rp15 miliar perdapil?
Pemerintah tidak sepakat dengan usulan fraksi Partai Golkar. Penolakan pemerintah itu disampaikan oleh Menteri Keuangan Agus Martowardojo di Gedung DPR RI, Selasa (01/06) lengkap dengan argumentasinya. Pemerintah berpendapat, keterwakilan daerah pemilihan tidak hanya DPR saja, melainkan juga oleh DPD dan DPRD baik Provinsi maupun Kabupaten dan Kota.
Menteri Keuangan menyatakan jika hal ini diterapkan, dapil Jawa dan Bali dengan jumlah penduduk yang lebih banyak akan mendapatkan alokasi yang lebih besar dari pada dapil luar Jawa dan Bali. Demikian juga dapil wilayah bagian barat Indonesia akan mendapatkan alokasi yang lebih besar dibandingkan dapil wilayah Timur Indonesia.
"Terkait dengan kondisi kapasitas keuangan masing-masing dapil terlihat bahwa dapil yang relatif kaya justru akan mendapatkan alokasi yang lebih besar daripada dapil dengan kapasitas keuangan yang rendah," ungkap Agus Martowardojo.
Dengan demikian, apabila usulan tersebut disetujui maka alokasi dana per dapil tidak akan mendorong teratasinya masalah horizontal fiscal imbalance.
Menkeu berpandangan, usulan tersebut justru berpotensi menimbulkan inefisiensi dalam penggunaan dana karena peruntukan dan ditentukan oleh anggota DPR bukan oleh pemerintahan daerah dan kurang terpenuhinya aspek ekualisasi dan keadilan. Karena, daerah dengan kapasitas keuangan tinggi justru mendapatkan alokasi, sedangkan daerah yang benar-benar membutuhkan namun berkapasitas keuangan rendah kurang mendapatkan alokasi.
Selain beberapa alasan tersebut, Menteri Keuangan juga menyampaikan ada potensi pelanggaran jika usulan tersebut dilaksanakan.
POTENSI pelanggaran antara lain, berbagai peraturan perundangan seperti UU No.17/2003 tentang Keuangan Negara, UU No.1/2004 tentang Perbendaharaan Negara, UU No.32/2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No.33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
"Adanya potensi pelanggaran prinsip pembagian tugas dan wewenang antara lembaga eksekutif dan legislatif," ujar Menteri Keuangan.
Dalam pandangan pemerintah, usulan tersebut juga kurang sejalan dengan prinsip otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Selain berpotensi menimbulkan ketimpangan atau kesenjangan antar daerah dan bertentangan dengan prinsip efisiensi.
"Berpotensi komplikasi pengalokasian dana dan akan menimbulkan masalah administrasi di masing-masing APBD. Kerumitan pada perencanaan dan implementasi serta akan bermasalah dalam pertanggungjawabannya," ungkap Agus Martowardojo.
Apa komentar Partai Golkar atas penjelasan pemerintah ? Priyo Budi Santoso berpendapat pemerintah terlalu cepat menanggapi persoalan ini. Wakil ketua DPR itu berkilah bahwa pembagian dana Rp15 miliar itu masih sebatas wacana dan belum diusulkan dalam RAPBN 2011.
“Jadi pemerintah pun tidak dalam posisi bisa menolak atau menyetujuinya. Kurang tepat bila Menkeu tiba-tiba menolak ataupun tiba-tiba menyetujuinya," ujar politisi Partai Golkar ini, Selasa (01/06).
Priyo mengelak ketika diminta menanggapi pernyataan Menkeu mengenai kemungkinan adanya pelanggaran bila dana Rp15 miliar dikucurkan untuk daerah pemilihan. "Belum tentu digolkan. Jadi tidak ada potensi pelanggaran," paparnya.
Dengan lihai dan jitu, politisi Partai Golkar yang satu ini mengelak. “Usulan tersebut belum secara resmi diterima pihak pimpinan DPR. Pimpinan (DPR) sampai hari ini belum menerima usulan resmi semacam itu untuk dibahas di panitia anggaran."
Tentang sikap Fraksi Partai Golkar, Priyo menyatakan Golkar juga belum tentu menindaklanjutinya. "Ini usulan sebenarnya untuk memoderatkan. Kemarin, misalnya, Komisi XI memintanya dan Komisi VII juga memintanya. Jadi lebih baik semua. Sebenarnya itu baik-baik saja namun belum tentu itu ditindaklanjuti," jelas Priyo Budi.
Lalu apa artinya klaim Setya Novanto ? Lalu apa artinya pula tanggapan Priyo Budi Santoso ? Toh, bila Setgab Koalisi memang benar dan sudah sepakat, bola “proyek” Rp15 miliar ini, dipastikan tinggal ditendang dan langsung gol di parlemen.
SEPERTI apa suara rakyat yang berada di luar parlemen? Sebastian Salang, salah seorang pemerhati kinerja parlemen menukas secara tajam soal “proyek” Rp15 miliar yang digadang-gadang Partai Golkar. Sebastian menganggap usulan program Dana Alokasi Khusus Daerah Pemilihan itu sebagai bentuk kejahatan yang membuka peluang terjadinya politik uang.
"Jangankan sampai ide itu diimplementasikan, dipikirkan pun sudah merupakan kejahatan," ujar Sebastian Salang di tengah diskusi Polemik Trijaya di Warung Daun Cikini, Jakarta, Sabtu (05/06).
Nah, mendengar pandangan Sebastian Salang, politisi Partai Golkar yang juga Kepala Badan Anggaran DPR Harry Azhar Aziz -- juga tampil salah satu pembicara dalam diskusi itu, langsung menyergah.
Anggota Fraksi Partai Golkar DPR, yang memang mendukung rencana pemberian dana itu, tak terima dituding sebagai perampok dana negara. "Kalau hal itu dikatakan kejahatan dan dosa, apakah membela kepentingan rakyat satu dosa?" ujar Harry.
Harry lalu menjelaskan, anggota DPR selain memiliki fungsi pengawasan, juga anggaran, selain fungsi legislasi. Yang penting, anggaran itu digunakan untuk memakmurkan rakyat. Dengan cara berpikir seperti itu, Harry mengaku rela berdosa agar rakyat sejahtera dari program tersebut.
Lantas bersuarakah partai-partai non-koalisi ? Fraksi Gerindra DPR terang-terangan menolaknya. Adalah Martin Hutabarat yang menyuarakan hal tersebut. “Usulan program pemerataan dan pembangunan daerah pemilihan senilai Rp15 miliar per anggota DPR itu, rawan korupsi. Lagi pula, program tersebut, tidak berkaitan langsung dengan rakyat,” ujar Martin Hutabarat, yang juga mantan Humas Texmaco Grup.
Martin juga mengritik pola pikir sebagian anggota Dewan dalam menilai konstituen masing-masing di daerah pemilihannya (Dapil). Mereka beranggapan, wakil rakyat baru bermanfaat bila mampu memberi sumbangan materi kepada konstituennya, Cara berpikir seperti ini, kata Martin, akan menyuburkan budaya politik uang.
"DPR ingin memperoleh legitimasi uang rakyat dengan menyogok rakyat. Kalau mau mendapat legitimasi harusnya membuat sistem politik yang baik, jangan nyogok dong," kata Rocky Gerung, pengamat politik dari Universitas Indonesia, Minggu (06/06).
Kata Rocky, DPR terlihat hanya mementingkan diri sendiri. Belum disetujui anggaran tersebut, anggota Dewan sudah kebelet ingin mendapatkannya. "DPR seperti tukang loak cari cash tanpa proses. Inginnya cepat dan harus cair," tutur Rocky.
Ia menambahkan, dana Rp 15 miliar ini juga cara DPR untuk bisa menguntungkan diri sendiri. "Fungsi DPR sudah jelas, membuat aturan untuk pemerintah. Bukan membuat aturan untuk menguntungkan diri sendiri," jelas Rocky.
Bisa jadi “proyek” Rp15 miliar per dapil ini memang membuat banyak pihak gerah. Apalagi ada klaim Golkar bahwa anggota Sekber Koalisi sudah setuju.
Menurut Ketua Umum DPP Partai Kebangkitan Bangsa, Muhaimin Iskandar langkah itu tidak akan meningkatkan pamor Golkar.
"Saya kira tidak akan naik pamor di (tahun) 2014 nanti, malah turun," tutur Muhaimin kepada wartawan usai membuka acara Gerak Jalan Aksi Semangat Indonesia di Parkir Timur Senayan, Minggu (06/06).
Kata Muhaimin, dana itu tidak diperlukan dan bisa mengaburkan hak budget dan hak pelaksana budget. "Saya kira dana itu enggak perlu lah. Karena dengan sendirinya itu akan mengaburkan hak budget dan hak pelaksana dari budget."
"Hak pelaksana budget itu kan pemerintah dan eksekutif adalah hak mendorong melahirkan rumusan budget. Dengan adanya rumusan itu akan mengaburkan mana legislatif dan eksekutif," jelas Muhaimin.
Sementara Partai Persatuan Pembangunan (PPP) mewanti-wanti agar permintaan alokasi anggaran per dapil itu dipertanggungjawabkan secara jelas. Sebab jika tidak, DPR sendiri yang akan terkena getahnya.
"Kalau itu jadi, harus ada tanggung jawab anggota DPR atas wilayah pemilihannya. Diharapkan kebijakan ini tidak memberikan peluang proses tawar menawar atau indikasi hal-hal yang kurang baik bagi citra DPR sendiri," ujarnya Sekjen PPP Irgan Chairul Mahfiz kepada wartawan di Gedung Parlemen, Senin (31/05).
SEMENTARA Menteri Sosial, Salim Segaf Al Jufri berharap anggota DPR mempertimbangkan kembali rencana merealisasikan dana aspirasi Rp 15 miliar per dapil. DPR diharapkan lebih memikirkan dana departemen yang bersentuhan langsung dengan masyarakat.
"Anggaran anak terlantar, jalanan, lansia, pekerja migran, dan penyandang cacat perlu ditingkatkan. DPR akan lebih dikenang publik jika memperjuangkan hal itu," kata Salim Segaf, Minggu (06/06).
Kata Menteri Sosial, ini sesuai dengan Inpres No 1 dan 3 tahun 2010 yang berisikan prioritas pembangunan untuk kaum marginal. "Tapi sampai saat ini, anggarannya masih sangat terbatas," ujarnya.
Jika sudah demikian, bagaimana nasib “proyek” Rp 15 miliar perdapil ? Apa yang akan dilakukan kemudian oleh Partai Golkar yang berkehendak membela konstituennya? Memang, jika “proyek” itu disetujui, setidaknya negara akan menyediakan Rp8,4 triliun per tahun, untuk 560 anggota DPR RI periode 2009-2014.
© Copyright 2024, All Rights Reserved