Kepolisian Filipina menggagalkan rencana pembunuhan terhadap Presiden Rodrigo Duterte. Rencana ini terbongkar usai penangkapan 2 penyelundup senjata dan penyitaan ratusan senapan yang akan digunakan untuk menghabisi Duterte.

Seperti dilansir Inquirer.net, Jumat (02/09), terbongkarnya rencana ini dipicu oleh informasi Departemen Keamanan Dalam Negeri Amerika Serikat (AS). Sedikitnya 100 pucuk senapan jenis M16 disita polisi dari 2 pelaku penyelundupan senjata.

Kepala Kepolisian Nasional Filipina, Jenderal Ronald dela Rosa menyatakan, senapan-senapan itu dikirimkan melalui kapal dari AS dan berhasil dicegat di Bacolod City pada 6 Agustus lalu. Senapan-senapan itu dikirimkan dalam bentuk komponen yang belum dirakit.

Dela Rosa menyebut, senapan itu akan digunakan dalam upaya pembunuhan Duterte. Adapun 2 tersangka yang mengimpor senjata api itu diidentifikasi sebagai Bryan Ta-ala dan Wilford Palma. Keduanya telah berada dalam penahanan kepolisian setempat.

Dela Rosa mengatakan, kedua tersangka bersedia bekerja sama dalam penyelidikan kepolisian terhadap rencana pembunuhan Presiden Duterte. Ia menyebut, tersangka telah mengaku kepada penyidik bahwa bagian-bagian senjata api itu dipesan oleh seorang klien yang mengklaim senapan otomatis itu akan digunakan untuk membunuh Duterte. Akan tetapi, identitas klien tersebut belum diungkap.

Bagian-bagian senapan itu disimpan di dalam kotak yang biasa disebut balikbayan box, yang jika dirakit akan menghasilkan 100 senapan jenis M16. Temuan itu ditaksir bernilai 4,5 juta peso atau setara Rp1,2 miliar.

Dituturkan Dela Rosa, Departemen Keamanan Dalam Negeri AS mencurigai pengiriman bagian senjata api itu ke Filipina, karena pengirim yang sama pernah mengirimkan muatan yang sama selama 2 tahun terakhir.

“Anda tahu di AS, jika Anda memesan begitu banyak senjata api atau komponen senjata api, tentu akan memicu pertanyaan, terutama sekarang AS sedang gencar memerangi terorisme," tandas Dela Rosa.