TIDAK lama setelah Pemilihan Umum (Pemilu) pada 14 Februari 2024, obrolan politik di media sosial mulai ramai. Orang-orang mulai membicarakan tentang kontestasi politik Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).
Di dalam tampilan jendela media sosial terdapat gambar-gambar para kandidat, termasuk petahana, kandidat baru, dan calon legislatif (caleg) yang berhasil maupun tidak berhasil dalam Pemilu 2024.
Para tokoh ini hadir sebagai simbol pesta demokrasi, di mana setiap warga negara dapat dengan bebas menggunakan hak-hak politik mereka.
Tapi yang jadi pertanyaan, di tengah hebohnya politik, apakah para politisi atau calon pemimpin sudah menyadari betapa pentingnya menggunakan media sosial sebagai saluran komunikasi politik?
Berdasarkan berbagai penelitian, disimpulkan bahwa sedikit pejabat dan politisi di Indonesia yang memiliki kemampuan atau keahlian dalam mengelola media sosial dan menggunakannya sebagai alat untuk menyampaikan ide-ide politik.
Sampai sekarang, belum banyak orang yang menyadari bahwa media sosial bisa digunakan sebagai alat untuk menyampaikan ide, menyaring, mengkonfirmasi, dan menerima aspirasi masyarakat.
Dalam era digital ini, komunikasi telah berubah menjadi lebih partisipatif dan horizontal. Rakyat kini memiliki peran penting sebagai sumber informasi bagi politisi/pemimpin. Ini menandakan bahwa sistem komunikasi menjadi lebih demokratis.
Media yang cenderung menggabungkan berbagai elemen, para aktor politik kini beralih menggunakan media sosial sebagai sarana untuk menghindari pengawasan jurnalistik, dengan demikian dapat menyampaikan pesan politik secara lebih pribadi dan menarik perhatian.
Ruang digital telah menjadi tempat di mana perdebatan publik berlangsung secara lebih demokratis, di mana setiap warga negara memiliki kebebasan untuk menyampaikan pendapat dan kritik tanpa adanya hambatan atau campur tangan dari pihak lain.
Saya percaya bahwa jika para pemimpin di masa depan memperhatikan diskusi yang terjadi di dunia maya, mungkin hanya untuk tujuan penelitian etnografi virtual, mereka akan mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam dalam merumuskan kebijakan yang tepat.
Media sosial memiliki pengaruh yang sangat signifikan pada era saat ini, terutama sejak dimulainya perkembangan Web 2.0 pada awal tahun 2000-an yang mempercepat penggunaan internet secara global. Periode ini ditandai dengan kemunculan platform-platform seperti Facebook, Youtube, Instagram, Twitter, dan TikTok.
Penelitian yang dilakukan oleh Studi Bertot dan rekan-rekannya dalam artikel berjudul "Social Media Technology and Government Transparency" pada tahun 2010 menunjukkan bahwa media sosial memiliki empat potensi kekuatan yang signifikan, yaitu kolaborasi, partisipasi, pemberdayaan, dan efisiensi waktu.
Media sosial memungkinkan interaksi sosial yang efektif, bersosialisasi, berbagi informasi, dan mencapai tujuan bersama. Selain itu, media sosial juga memberdayakan penggunanya dengan platform komunikasi demokratis dan proses penyampaian pesan secara real-time.
Dalam konteks pemerintahan, media sosial dapat berperan sebagai sarana untuk memfasilitasi interaksi antara pemerintah dan masyarakat. Namun, penting untuk menyampaikan informasi kebijakan secara jelas agar pengguna media sosial dapat memahaminya dengan baik dan menggunakannya secara efektif.
Data yang diperoleh dari We Are Social dan Hootsuite menunjukkan bahwa jumlah pengguna media sosial di Indonesia sangat signifikan. Dengan 160 juta pengguna aktif, jumlah ini mencakup 59 persen dari total populasi Indonesia yang mencapai 273 juta penduduk.
Hal yang menarik, generasi Z (kelahiran setelah 1996) telah diidentifikasi sebagai kelompok pengguna internet yang paling tinggi, sementara Generasi X menunjukkan tingkat penggunaan internet yang lebih rendah, dengan hanya 18,4% dari mereka yang menghabiskan waktu online kurang dari 1 jam setiap harinya.
Dalam menghadapi fenomena ini, kampanye calon pemimpin daerah harus memahami preferensi dan perilaku generasi yang berbeda agar dapat mencapai tujuan melalui media sosial.
Pemimpin masa kini perlu memiliki pemahaman teknologi digital dan mengelola komunikasi publik melalui media sosial. Media sosial memperkuat kebutuhan akan kepemimpinan efektif, seperti kreativitas strategis, komunikasi autentik, dan responsif terhadap perubahan sosial dan politik. Pemimpin diharapkan mampu merancang kebijakan politik yang cepat dalam menghadapi dinamika masyarakat.
Dalam hal ini, yang paling penting bagi seorang pemimpin adalah menjadi seorang analis yang selalu mengikuti tren dan inovasi yang muncul di masyarakat. Hal ini bertujuan untuk menciptakan komunikasi yang responsif dan efektif dengan masyarakat.
Pada saat Pilkada 2024 yang sedang berlangsung, seorang politisi atau calon pemimpin seharusnya mengalami transformasi, serta mengkolaborasikan gaya komunikasi konvensional dalam menyambut era revolusi teknologi media sosial.
*Penulis adalah Aparatur Sipil di Singkil
© Copyright 2024, All Rights Reserved