Perubahan iklim masih menjadi isu global yang menjadi perhatian dunia. Tak bisa dipungkiri, fenomena perubahan iklim memiliki keterkaitan yang erat dengan berbagai kegiatan kelautan dan perikanan. Pasalnya, kegiatan tersebut merupakan kegiatan ekonomi yang bergantung pada sumber daya alam.
Demikian dikemukakan Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BPSDM KP), Suseno Sukoyono kepada politikindonesia.com, pada seminar bertema Perubahan Iklim dalam Perspektif Pengembangan SDM Kelautan dan Perikanan di Kapal Latih dan Research Madidihang 03, Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman, Muara Baru, Jakarta, Senin (15/04).
Menurutnya, kegiatan seminar ini digelar untuk menyikapi masalah perubahan iklim global yang melanda dunia saat ini. Sehingga proses mitigasi dan adaptasi perubahan iklim bisa mendukung pencapaian tujuan pembangunan kelautan dan perikanan. Karena perubahan iklim tersebut mampu memperngaruhi sumber daya kelautan dan perikanan.
"Adapun dampak dalam kehidupan sehari-hari yang bisa kita rasakan di antaranya menurunnya ketersediaan air minum, menurun sumber daya kelautan kelautan dan perikanan hingga hilangnya beberapa lapangan pekerjaan. Tentunya semua itu salah satunya ada yang merugikan kita semua," ujarnya.
Dijelaskan, keberlanjutan usaha disektor perikanan saat ini telah banyak diperbincangkan publi. Karena beberapa daerah di Indonesia telah mengalami penurunan produksi komoditas perikanan akibat menurunnya kualitas air dan peningkatan kondisi suhu perairan. Semua itu terjadi karena suhu bumi mengalami peningkatan rata-rata 0,20C per tahun. Begitu juga suhu lautan yang turut memanas sejak pertengahan abad-20.
“Keadaan tersebut menyebabkan mencairnya raksasa gunung es secara masif di Lautan Artik (Kutub Utara) dan di Lautan Antartika (Kutub Selatan), yang selanjutnya mengakibatkan peningkatan permukaan laut dari -20 cm pada 1950 menjadi +5 cm pada tahun 2000," paparnya.
Dalam sektor kelautan dan perikanan, lanjutnya, cuaca buruk dan ektrim yang diikuti dengan gelombang besar, badai dan air laut pasang yang terjadi hampir di seluruh wilayah Nusantara akhir-akhir ini. Sehingga banyak nelayan yang tidak bisa melaut. Bahkan, tak jarang ada yang hilang karena tergulung ombak besar.
"Kalaupun ada daerah-daerah pesisir dan laut yang agak teduh, nelayan harus menangkap ikan lebih jauh ke tengah laut. Sebab daerah penangkapan ikannya semakin jauh ke arah laut lepas. Hal ini tentu telah menyebabkan biaya melaut menjadi semakim mahal," ujarnya.
Sementara itu, Direktur Jenderal (Dirjen) Kelautan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (KP3K) KKP Sudirman Saad menambahkan, jika perubahan iklim global tidak segara ditanggulangi (mitigasi) dapat mengakibatkan tenggelamnya kawasan-kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil yang landai. Bahkan, jika emisi gas rumah kaca (CO2, metana dan nitrogen oksida) tidak segera dikurangi sesuai rekomendasi IPCC (2007), sekitar 2.000 pulau kecil Indonesia diperkirakan akan tenggelam/hilang.
"Selain itu, kawasan-kawasan pesisir yang landai juga akan tenggelam. Pemanasan global juga telah mengakibatkan pemutihan terumbu karang yang telah mematikan kawasan terumbu karang. Oleh sebab itu, kita seluruh komponen bangsa harus bersatu padu secara sinergis untuk melakukan upaya mitigasi dan adaptasi untuk mengatasi dampak perubahan iklim global," ucapnya.
Sudirman mengatakan, pada dasarnya ada strategi adaptasi yang dapat dilakukan di lingkup sektor kelautan dan perikanan dalam meminimalisir dan menghindari dampak perubahan iklim global. Yaitu pendekatan protektif (membuat perlindungan), pendekatan akomodatif atau melakukan penyesuaian baik secara fisik maupun sosial-ekonomi dan budaya hidup.
"Hal itu semua bisa lakukan untuk membuat pertahanan. Di antaranya membuat taman bakau, mambuat membatas rob atau membengun wilayah pantai yang sesuai dengan tata kotanya," tegasnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved