Impor elpiji PT Pertamina (Persero) sepanjang tahun 2014 diproyeksikan mencapai 4,8-4,9 juta metric ton atau mencapai 60% dari total kebutuhan elpiji dalam negeri.
"Jadi kalau ditotal sekitar 4,8-4,9 juta metric ton impornya. Sekitar 60% kebutuhan elpji dalam negeri itu didapatkan melalui impor," kata Wakil Presiden Gas Domestik Gigih Wahyu Hari Irianto di Jakarta, Senin (21/04).
Menurut Gigih, impor elpiji di 2014 meningkat cukup signifikan ketimbang tahun lalu. Pada tahun 2013 lalu Pertamina mengimpor elpiji sebanyak 3,3 juta metric ton atau sekitar 59% dari total kebutuhan konsumsi sebesar 5,3 juta metric ton.
Gigih mengakui sejak 2008 lalu Pertamina telah melakukan impor elpiji. Hal ini terjadi lantaran kilang Pertamina tidak mampu menyuplai kebutuhan elpiji yang tiap tahunnya terus meningkat.
Gigih mengatakan, komposisi gas di dalam elpiji cukup terbilang berbeda dengan baban bakar gas konvensional lain seperti CNG dan LNG. Komposisi gas yang dihasilkan elpiji terdiri dari 97% propana (c3), 3% butana (c4), dan sedikit pentana (c5).
"Kalau CNG itu kan hanya gas metana yang ditekan sehingga bisa masuk melalui pipa dan bisa langsung didistribusikan ke konsumen atau pun sektor industri. Komposisi gas itu bisa dihasilkan di dalam negeri. Sementara elpiji ini agak berbeda ada komposisi senyawa yang kemudian diberi tekanan 11 bar," papar Gigih.
Gigih mengakui dengan impor elpiji ini sesungguhnya perseroan juga menanggung beban biaya yang cukup besar. Apalagi harga patokan pembelian dari Saudi Aramco diprediksi mengalami kenaikan atau terus berfluktuasi.
"Untuk itu impor sangat memakan cost atau beban biaya. Mau tidak mau harga elpiji khsusus yang non subsidi itu harus disesuaikan berdasarkan keekonomian sehingga kami tidak mengalami kerugian," ujar Gigih.
© Copyright 2024, All Rights Reserved