Setelah sempat menikmati suasana tenang sejak dilakukan acara adat patah panah 14 Agustus 2006 lalu, Jumat (1/9) pagi sekitar pukul 06.00 WIT, perang tradisional antar suku kembali berkecamuk di kawasan Kwamki Lama, Timika, Papua. Upacara patah panah menurut hukum adat adalah perjanjian gencatan senjata.
Kawasan yang berjarak sekitar 20 KM dari kota Timika itu kembali dilanda perang panah dan menyebabkan puluhan orang dari kedua kelompok yang bertikai terluka.
Wakapolda Papua, Brigjen Pol Max D Aer, mengakui pihaknya telah memperoleh laporan tentang terjadinya insiden akibat pemanahan istri dari Babinsa Kwamki Lama, Batseda Wandik, oleh orang tidak dikenal Kamis malam (31/9) sekitar pukul 21.00 WIT.
Wandik dipanah saat duduk di teras rumahnya di kawasan kelompok tengah. Sebelum terjadi kasus pemanahan itu, sekelompok penduduk kawasan tengah saat kembali dari Timika menuju rumahnya dicegat masyarakat kelompok bawah.
"Kemungkinan karena faktor itulah maka pagi-pagi teriakan perang kembali terdengar dan hingga saat ini perang suku masih berlangsung," jelas Wakapolda.
Sementara itu Kepala Bagian Operasi Kepolisian Resor Mimika, Komisaris Alfred, menjelaskan sejak pukul 06.30, massa yang bertahan di Lapangan Kios Panjang (biasa disebut Kampung Bawah) telah berhadapan dengan massa yang bertahan di lapangan sepakbola Jalan Kanguru (biasa disebut Kampung Tengah).
"Kedua kelompok berhadapan di Jalan Kanguru. Akhirnya, pada pukul 07.00 perang pecah. Massa dari lapangan sepak bola Jalan Kanguru jumlahnya lebih dari 1.000 orang," kata Alfred.
Polisi belum dapat memastikan berapa korban yang jatuh dalam insiden tersebut. Menurut Wakapolda, aparat keamanan hanya berjaga-jaga guna menghindari jangan sampai insiden itu semakin meluas.
© Copyright 2024, All Rights Reserved