Peran bioteknologi dalam upaya peningkatan produktifitas tanaman kian penting. Apalagi tantangan peningkatan produksi, makin besar. Sementara, perluasan areal tanam tak mudah karena persaingan penggunaan lahan.
Sejak ditemukan 20 tahun lalu, luas lahan tanaman bioteknologi di seluruh dunia terus mengalami peningkatan hingga 100 kali lipat. Pada tahun 1996, luas lahan bioteknologi di seluruh dunia 1,7 juta hektar. Sedanngkan, pada 2015 luas lahan bioteknologi telah mencapai 179,7 juta hektar.
"Bioteknologi merupakan teknologi tanaman dengan tingkat penggunaan tertinggi di dunia, sehingga hasilnya memang sudah ditunggu lama oleh para petani Indonesia," terang Ketua Umum Perhimpunan Bioteknologi Pertanian Indonesia (PBPI), Bambang Purwantara kepada politikindonesia.com pada Seminar 20 Tahun Bioteknologi di Jakarta, Selasa (19/04).
Dijelaskan, saat ini sekitar 30 negara di dunia telah menanam tanaman bioteknologi dengan total luas areal hampir 130 juta hektare (ha). Bambang berharap, pemerintah segera mengeluarkan regulasi yang terkait keamanan pakan.
“Sejumlah negara berkembang, bahkan Eropa sudah mengembangkan dan menanam serta melakukan penelitian tentang bioteknologi. Untuk Indonesia, saat ini Pedoman Pengkajian Keamanan Pakan sudah draf terakhir, kita masih menunggu tanda tangan pengesahan dari Menteri Pertanian," ujarnya.
Di Indonesia saat ini, penerapan dan pengembangan bioteknologi belum difasilitasi sepenuhnya oleh pemerintah. Sehingga, penerapannya, cenderung tidak tuntas.
"Komisi sudah dibentuk, tim dari pemerintah sudah disiapkan namun perlu dioptimalkan sehingga dapat menyelesaikan hasil penelitian sampai pemanfaatannya langsung oleh masyarakat banyak. Sehingga pemanfaatannya bisa memberantas kemiskinan petani Indonesia," tegasnya.
Dijelaskan, dengan pemanfaatan bioteknologi, para petani dari 30 negara telah menuai hasil senilai lebih dari US$150 miliar sejak tahun 1996. Dengan demikian, hal ini telah membantu memberantas kemiskinan lebih dari 16,5 juta petani kecil dan keluarga petani setiap tahunnya, dengan total mencapai sekitar 65 juta orang.
“Kini, semakin banyak petani di negara-negara berkembang menanam tanaman bioteknologi yang notabene memang pilihan yang telah teruji dan terbukti untuk meningkatkan hasil panen,” ujar dia.
Meskipun banyak pihak yang berseberangan menyatakan bioteknologi hanya berguna bagi petani di negara-negara industri, tapi teknologi ini digunakan secara berkelanjutan di negara-negara berkembang.
Bambang memaparkan, selama 4 tahun terakhir, negara-negara berkembang lebih banyak menanam tanaman bioteknologi yakni mencapai 14,5 juta hektar (ha) dibandingkan negara-negara maju. Pada tahun 2015, petani di Amerika Latin, Asia dan Afrika menanam tanaman bioteknologi sebanyak 54 persen dari luasan global tanaman bioteknologi atau 97,1 juta ha dari 179,7 juta ha.
"Dari 30 negara yang menanam tanaman biotek, sekitar 20 persen adalah negara berkembang. Sebagai contoh, Tiongkok adalah salah satu negara berkembang dimana bioteknologi memberikan manfaat yang nyata kepada para petaninya. Antara tahun 1997 dan 2014, varietas katun bioteknologi memberikan sumbangsih sekitar US$17,5 miliar kepada para petani katun Tiongkok," bebernya.
Sementara itu, Staf Ahli Menteri Pertanian bidang Inovasi dan Teknologi, Mat Syukur mengakui, peran bioteknologi dalam upaya peningkatan produktifitas tanaman kian penting. Apalagi tantangan peningkatan produksi makin besar dengan terbatasnya perluasan areal tanam ditengah persaingan penggunaan lahan. "Saat ini lahan pertanian makin berkurang karena tingginya konversi lahan. Jadi sekarang ini kita dorong produktifitas tanaman per satuan lahan," tandasnya.
Diungkapkan, untuk meningkatkan produktifitas tanaman memang banyak faktor. Misalnya, input sarana produksi seperti pupuk dan benih, prasarana pertanian dan teknologi budidaya. Karena itu dalam rangka program swasembada pangan, pihaknya akan mendorong penggunaan bioteknologi. Apalagi di negara lain sudah banyak yang menerapkan.
"Namun demikian, kami tetap memberlakukan sikap kehati-hatian dan selektif dalam penerapan produk hasil bioteknologi. Kami harus bisa pastikan betul tidak berdampak buruk dalam jangka panjang. Karena produk tersebut harus lulus uji keamanan lingkungan, pangan dan pakan," ucapnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved