Direktur Lembaga Riset Lanskap Politik Indonesia, Andi Yusran, mengatakan, maraknya amicus curiae atau sahabat pengadilan jelang putusan Mahkamah Konstitusi (MK), terkait perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU), merupakan fenomena baru pada penyelenggaraan hukum Indonesia.
Menurut Andi, dalam mengambil keputusan, sejatinya MK tidak sekadar mempertimbangkan aspek hukum semata tapi juga aspek sosiologis.
"Seperti suasana kebatinan publik yang mengharapkan tegaknya keadilan pada kasus sengketa pemilihan umum ini," kata Analisis politik Universitas Nasional Andi Yusran, Jumat (19/4/2024).
Menurut Andi, hal itu menilai banyaknya pihak yang mengajukan diri sebagai amicus curiae menjadi bukti bahwa ada amarah publik atas penyalahgunaan kekuasaan, demi memenangkan pasangan calon tertentu.
"Di tangan MK masa depan demokrasi dan bangsa ini dipertaruhkan," kata Andi.
Mahkamah Konstitusi (MK) hingga Kamis (18/4/2024) telah menerima 33 pengajuan amicus curiae terhadap perkara sengketa Pilpres dari berbagai kalangan, mulai akademisi, budayawan, seniman, advokat, hingga mahasiswa, baik secara kelembagaan, kelompok, maupun perseorangan.
Amicus curiae atau dalam Bahasa Indonesia dikenal sebagai sahabat pengadilan, merupakan praktik hukum oleh pihak ketiga di luar pihak berperkara untuk terlibat dalam peradilan.
Keterlibatan amicus curiae hanya sebatas memberikan pendapat yang nantinya digunakan oleh hakim sebagai salah satu pertimbangan dalam memutus perkara. []
© Copyright 2024, All Rights Reserved